Sabtu, 27 Februari 2016

PERANAN ISLAM DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

PERANAN ISLAM DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
 










MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Transformasi Global Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. H. Ruswan, M.A. dan Dr. H. Muslih, Mz.,M.A.

Disusun Oleh:
Ali Anwar 
1400018020


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.     PENDAHULUAN
       Dewasa ini ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang amat pesat. Perkembangan tersebut melahirkan kemajuan teknologi, sehingga manusia dapat merasakan berbagai kemudahan dan kenikmatan hidup. Hanya saja kemajuan yang dimaksud tidak merata di belahan bumi, sehingga kualitas hidup manusiapun tidak merata. Bahkan beberapa Negara berkembang merasakan penderitaan berkepanjangan dalam mengangkat martabat rakyatnya dalam berbagai aspek kehidupan yang ditimbulkan oleh negara-negara maju dalam meraih kemajuan melalui jalur imperialism dalam beragam bentuknya.Kemajuan ilmu agaknya tidak selalu diiringi dengan kesadaranakan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi. Masyarakat di negara majupun tidak luput dari persoalan yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Masyarakatnya cenderung bersifat materialistis, individualistis, dan lebih longgar di dalam menerapkan nilai-nilai moral keagamaan. ( Husin Al Munawar, 2005: 74)
       Manusia telah mampu mewujudkan prestasi ilmiahnya secara teori dan praktik di abad ini. Bahkan dalam beberapa ratus tahun terakhir ini, ilmu pengetahuan yang merupakan sumber dari penemuan-penemuan teknologi yang tidak ada habisnya. Menapak abad ke-21, seiring dengan masuknya millennium ketiga, perkembangan penerapan ilmu pengetahuan da;lam bidang teknologi mengalami percepatan yang tak pernah terjadi sebelumnya. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya, abad ke-21 membawa peradaban manusia memasuki era global. Sedangkan proses globalisasi itu sendiri terus berlangsung. (Jalaluddin, 2014: 1).   
       Integrasi keilmuan agaknya perlu dipikirkan dan diusahakan untuk menata kehidupan lebih baik. Ilmu-ilmu yang mampu mengangkat kualitas hidup manusia secara lahiriah perlu diintegrasikan dengan ilmu-ilmu yang membawa kepada kesejahteraan batin. (Husin Al Munawar, 2005: 75)
       Dari pemaparan di atas maka dalam makalah ini perlu dibahas tentang pengertian ilmu pengetahuan dan teknologi dan hubungannya, apa saja sumber ilmu dalam Islam, dan peranan Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam sejarahnya, serta bagaiman tantangan Modernitas terhadap perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Islam
.
II.     PEMBAHASAN

Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi  dan Hubungannya    
       Ilmu pada dasarnya merupakan anugerah Allah SWT kepada seluruh hambanya. Setiap orang berpeluang untuk mendapatkan anugerah tersebut karena ia dilengkapi dengan potensi untuk itu. Ilmu menurut kamus kosa kata Al Qur an berarti mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Ilmu dibagi dua, yaitu mengetahui inti sesuatu dan menghukumi adanya sesuatu atau menafikkan sesuatu yang tidak ada. Ilmu juga dibedakan pula atas ilmu teoritis dan ilmu aplikatif. Ilmu berkembang terus menerus. Ilmu bersifat terbuka untuk diajarkan, dipelajari dan dikaji ulang. (Husin Al Munawar, 2005: 76,78).
       Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pengetahuan diartikan sebagai segala sesuatu yang diketahui/kepandaian, ataupun segala sesuatu yang diketahui berkenan dengan hal (mata pelajaran) di sekolah. Pengetahuan diperoleh dari hasrat ingin tahu. Pengetahuan itu sendiri diperoleh dari pengalaman manusia terhadap diri dan lingkungan hidupnya. (Jalaluddin, 2014: 83).
       Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan ilmiah, yakni melalui penyelidikan yang sistematis, terkontrol, dan bersifat empiris atau relasi fenomena alam. (Jalaluddin, 2014: 83).
       Teknologi adalah merupakan produk perkembangan ilmu pengetahuan yang diterapkan atau kemudian memunculkan suatu teknik atau cara untuk diterapkan dalam upaya mendukung dan memudahkan manusia dalam kehidupannya.
       Produk ilmu pengetahuan menjadikan kehidupan masyarakat dunia di era global bagaikan menyatu dalam satu kota, yakni kota dunia. Batas-batas negara sudah tidak jadi penghalang bagi manusia untuk saling berhubungan. Kehidupan di era global saling mempengaruhi, sehingga segala sesuatu yang sebelumnya dianggap hanya milik suatu bangsa tertentu, akan menyebar luas hingga menjadi milik bersama. Hal ini bukan hanya berlaku pada produk ilmu pengetahuan dan teknologi saja, melainkan juga termasuk unsur politik, ideologi, kebudayaan, maupun krisis kemanusiaan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disandangnya, era global seakan berada pada titik puncak lintasan perjalanan sejarah peradaban manusia sejagat. (Jalaluddin, 2014: 2).
       Perkembangan ilmu pengetahuan sering tidak mencerminkan semangat pencarian kebenaran, karena terpengaruh oleh kepentingan teknologi, ekonomi, dan politik. Tidak semua kreativitas bersifat konstruktif, ada karya kreatif yang mempunyai akibat destruktif bagi umat manusia itu sendiri. Penciptaan bom atom merupakan produk kreativitas yang destruktif. (Jalaluddin, 2014: 2).
       Semua ciptaan Tuhan itu selain memberi manfaat bagi kelangsungan hidup manusia, juga merupakan objek penelitian yang dapat menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lihat misalnya ayat-ayat yang artinya : “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS. Al Baqarah:29). “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakw .”(QS. Yunus,10:6).”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”(QS. Ali Imron :19).(Abuddin, 2011:237).
       Dengan mengemukakan tiga ayat tersebut di atas, terlihat bebrapa hal sebagai berikut. Pertama bahwa pada seluruh ciptaan Allah terdapat hikmah, pelajaran dan nilai-nilai pendidikan yang sangat berharga seperti dalam hal penyediaan bahan makanan, pembuatan rumah, bahan obat-obatan, dan lain sebagainya, juga bahan untuk menentukan bilangan, waktu,, tanggal dan tahun. Kedua, bahwa berbagai ciptaan Tuhan di langit dan bumi akan bermanfaat jika manusia dpat mendayakan potensi jasmani, intelektual, dan rohaniahnya yang dibina melalui pemberian pengetahuan, ketrampilan, penanaman sikap, dan sebagainya melalui kegiatan pendidikan. Ketiga, bahwa berbagai temuan berupa hikmah, ajaran, dan nilai-nilai yang didapat melalui kajian-kajian berbagai hal tersebut dalam Islam bukanlah merupakan tujua, melainkan hanya sebagai alat untuk melakukan pendekatan diri kepada Allah SWT. (Abuddin, 2011:237-238).
       Seseorang yang meneliti gunung akan menghasilkan ilmu geologi, yang meneliti bintang-bintang akan menghasilkan ilmu astronomi, yang meneliti hujan dan cuaca akan menghasilkan ilmu meteorology dan geofisika. Dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dihasilkan melalui penelitian tersebut, maka akan membawa seseorang semakin meyakini kekuasaan Tuhan, karena pada hakikatnya segala sesuatu adalah ciptaan Tuhan. Semua itu dapat mempertinggi derajat manusia, baik secara biologis, material, intelektual, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi juga akan membawa kepada semakin dekat dengan Allah SWT. (Abuddin, 2011:238).
          Prinsip al Qur an secara obyektif adalah bentukan/ciptaan dan promosi dari sebuah konsep baru dari kehidupan dalam sebuah tatanan baru  bidang sosial, politik dan ekonomi. Lebih dalam lagi, hal itu bekerja/berjalan menuju pada penciptaan sebuah komunitas umat manusia baru, dengan sebuah aturan khusus dalam kepemimpinan di dunia. Hal ini membangun sebuah model baru dari kehidupan social manusia, sebagaimana yang belum diketahui sebelumnya, untuk terus menahan sebuah gaya hidup yang baru yang akan secara kokoh didirikan/ berdasar cirri dasar yang menyeluruh dan prinsip universal/menyeluruh dengan perhatian pada kemanusiaan yang akan menjadi baik dan menandingi. (David Marshal (ed.),2012:134-135).
       Ilmu pengetahuan menjawab akan hal yang tidak meragukan yang disediakan keuntungan pengikut-pengikut nabi dengan teori pengetahuan tentang alam, untuk menambah pemahaman yang tidak lengkap mereka tentang ini. Dalam kasus ini adalah penuh keraguan bahwa orang arab cukup tahu tentang astronomi pada saat ini untuk memungkinkan membuat berguna dari teori informasi lebih dalam/lebih jauh, yang mana akan dirminta sebuah pemahaman dari prinsip dasar dan fenomena yang ada di masa lewat semua kemajuan ilmu pengetahuan dihargai dalam dunia di masa terdahulu. (David Marshal (ed.),2012:135).
       Al Qur an menghindari ilmu pengetahuan menjawab karena manusia tidak siap untuk itu, dan itu akan terjadi dari kegunaan kecil misi/ tugas menyeluruh Al Qur an dinyatakan untuk memenuhi kesejahteraan.Aturan ini jauh lebih hebat dari pada penyebaran/desimenasi murni dari pengetahuan terperici/detail. Al Qur an tidak pernah inten/terfokus pada sebuah buku pada astronomi, kimia, atau obat-obatan, sebagaimana pengagum dan pencoba mencela, masing-masing untuk tujuan sendiri yang berbeda-beda, untuk didemonstrasikan/ditunjukkan. (David Marshal (ed.),2012:135).
Sumber-sumber Ilmu Islam
1.      Al Qur an
       Al Quran diturunkan Allah Swt. yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Secara bahasa Al Qur an akar dari kata qara’a yang berarti membaca dan juga diartikan menghimpun. Al Qur an menghimpun segala kitab sebelumnya, juga menghimpun segala ilmu pengetahuan. Falsafah iqra sebagai surah yang pertama kali turun pada Nabi Muhammad Saw., diartikan menyimpulkan bahwa iqra perintah membaca yang berakar kata qara’a diartikan membaca, menelaah, meneliti, menghimpun, dan menyampaikan baik ayat tertulis maupun ayat-ayat tidak tertulis. Istilah Al Qur an didefinisikan dalam ragam pandangan yang dilatarbelakangi oleh bidang masing-masing. Menrut sebagian ahli kalam, Al Qur an adalah kalam Allah yang bersifat qadim bukan makhluk dan bersih dari sifat-sifat yang baru. Menurut ahli fikih Al Qur an adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan dianggap ibadah bagi yang membacanya. (Makbuloh, 2011:155-157).
       Al Qur an sebagai wahyu Allah yang tertulis, dimana wahyu menurut istilah adalah nama bagi sesuatu yang dituangkan dengan cepat dari Allah ke dalam dada para nabi-Nya. Menuru Hasbi Ash-Shidiqy mengutip kitab al Masyariq, wahyu pada asalnya sesuatu yang diberitahukan dalam keadaan tersembunyi dan cepat. Wahyu Allah adalah pengetahuan yang Allah tuangkan ke dalam jiwa nabi agar mereka sampaikan kepada manusia untuk petunjuk dan perbaikan di dunia dan membahagiakan di akhirat. Muammad Abduh mengatakan bahwa wahyu adalah suatu irfan (pengetahuan). Wahyu merupakan ilmu khusus dan merupakan pengetahuan halus yang didapat dengan sendirinya. Al Qur an selain sebagai sumber hukum dan norma, juga sebagai sumber ilmu pengetahuan, baik pengetahuan umum maupun agama, serta mendorong manusia untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut. (Makbuloh, 2011:159-160, 171).
2.      Al Hadis
       Hadis adalah sumber hukum Islam yang kedua. Hadis adalah perkataan, perbuatan, dan taqrir Rasulullah. Seorang muslim selain menggunakan Al Qur an sebagai sumber hukum, sumber ilmu, dan sumber peradaban juga menggunakan Hadis. Fungsi Hadis terhadap Al Qur an yaitu menguatkan hokum dalam A;l Qur an, memberikan rincian terhadap pernyataan Al Qur an dan Hadis sebagai suuah Nabi Saw merupakan wujud konkret pelaksanaan hukum ketepatan dari spirit Al Qur an. (Makbuloh, 2011: 195,198).
3.      Ijtihad
       Kata ijtihad berarti kemampuan dan kesukaran. Karena maslah ijtihad yang sulit maka orang yang mampu melakukan ijtihad adalah yang benar-benar pakar. Berkait dengan itu pintu ijtihad tertutup karena semakin banyak orang yang serampangan dalam ijtihad. Ijtihad menyangkut segala bidang ilmu keislaman dan aplikasi hasil-hasil ijtihad dapat menyangkut aspek kehidupan manusia, seperti social, ekonomi, dan pendidikan. Namun ijtihad tidak boleh lepas dari Al Qur an dan Sunnah sebagai sumber pokok. (Makbuloh, 2011:208-209)
      Alam semesta juga disebut ayat-ayat Allah yang menjadi pelajaran bagi manusia. Salah satu pelajaran yang dapat diambil yaitu keserasian, kekokohan, dan ketertiban. Hal ini sebagaimana firman Allah QS. An Naml(27): 88. (Makbuloh, 2011:228).        

  Peranan Islam dalam Perkembangan IPTEK
     Salah satu karakteristik yang paling penting dalam sejarah umat Islam adalah cepatnya ekspansi dari imperium Islam setelah Nabi Muhammad wafat. Dorongan perluasn wilayah ke daerah Timur Tengah dimana tedapat beragam peradaban yang telah mapan selama kurun waktu yang panjang. Para penguasa muslim terdorong untuk melakukan hubungan langsung dengan orang-orang yang telah memiliki gagasan yang agak canggih mengenai teologi, kedokteran, astronomi, dan matematika.Tidak ada masalah dalam perbedaan agama dan budaya dalam imperium tersebut, asalkan peran utama Islam diakui. Tetapi akan tampak tidak bagus jika kepercayaan yang baru ini tidak mampu membela dirinya dengan tingkat kecanggihan dan keahlian yang sama dengan agama-agama yang ada, dan inilah mengapa penting untuk menggunakan metodologi agama-agama yang lebih tua untuk menunjukkan betapa Islam merupakan suatu peningkatan dari yang telah terjadi sebelum Nabi Muhammad SAW menyampaikan risalah terakhir Tuhan. (Daftary (ed.), 2002:44-45).
       Keunggulan suatu agama dan seorang nabi tergantung pada kemampuannya untuk membingkai risalahnya dalam sebuah cara yang dapat memperoleh konstetuen seluas mungkin. Para filsuf berpendapat bahwa Muhammad adalah nabi yang paling besar dibanding Musa atau Isa, yakni yang paling bias menyampaikan risalahnya kepada sejumlah besar anggota masyarakat.  Para filusuf berpendapat, Islam mengangkat suatu pesan tertentu yang dapat diterima oleh semua orang dikalangan awam, filsuf, ilmuwan, dan praktisi dengan tingkat dan cara yang berbeda-beda. Islam tidak tertutup dari unsur asing, jika informasi itu benar dan bermanfaat dan jika temuan-temuan ilmiah itu benar, jika teknik yang falsafi itu valid, maka harus digunakan. (Daftary (ed.), 2002:57).
       Jenis filsafat yang tergambar di atas berasal dari aliran paripatetik yang mengalami kemunduran yang cepat sekitar 800 tahun yang lalu dalam dunia Islam, sampai kebangkitannya kembali pada abad ke-19. Bentuk filsafat lainnya yang banyak dipraktekkan dalam dunia Islam yaitu filsafat Israqi atau iluminasionis yang masih sangat kuat khususnya di Persia. Seribu tahun yang lalu dimungkinkan untuk menciptakan suatu peradaban yang merupakan gabungan dari Islam dengan sains, filsafat, syair, kesusastraan, serta berbagai bidang dan tradisi keilmuan lainnya. Kita mungkin mengatakan bahwa peradaban di masa lalu ini bukan secara spesifik Islam. Itu karena terjadi di bagian dunia dimana orang-orang Islam sangat berpengaruh dominan di dalamnya. Kebetulan saja ada sejumlah muslim berkarya dengan bahasa-bahasa Islam dan karya filsafat dan ilmiah besar. (Daftary (ed.), 2002:57-58).
       Walau begitu sebenarnya peranan muslim dalam menyumbang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah besar terutama terjadi pada masa kejayaan Islam yaitu pada pemerintahan Harun Ar Rasyid dan putranya bernama Al Makmun dari dinasti Abasiyah pada sekitar abad ke-9 M. Pusat kekhalifahan Islam di Baghdad tersebut menjadi pusat dan kiblatnya ilmu pengetahuan dunia sehingga orang-orang Barat mencari ilmu di sana Didirikan pula sebuah lembaga ilmu pengetahuan tempat pengembangan ilmu pengetahuan yaitu Baitul Ilmu. Tokoh-tokoh terkenal yang lahir dan mewarnai keilmuan saat itu diantaranya Ibnu Sina, seorang ahli pengobatan, dokter dan filusuf, Abu Hatim Ar Razi dan Al Farabi keduanya seorang filusuf, tokoh bidang matematika Al Jabar dan al Khawarizm, ahli kimia yaitu Al Khemia, ahli hadis Al Bukhori, ahli sejarah Ibnu Khaldun dan masih banyak lagi. Hal itu sebenarnya dapat menjadi pendorong kemajuan ilmu pengetahuan di dunia Timur. Kemudian di masa pertengahan atau dikenal dengan masa tiga kerajaan besar yaitu Mughal di India, Syafawi di Persia, dan Usmani di Turki, perkembangan iptek berlanjut dengan tokoh seperti Ibnu Arabi bidang tasawuf dan Nasirudin al Tusi.
       Akan tetapi ada juga pemikir dunia Islam yang hidup pada abad terakhir ini adalah Iqbal Lahore dari India yang sekarang menjadi Pakistan. Ia tumbuh di keluarga yang taat pada ajaran Islam. Ia mampu menguasai ilmu-ilmu modern dan tradisional. Ia telah mencapai derajat keilmuan yang sangat tinggi terutama di bidang filsafat. Ia banyak menulis buku berbahasa Inggris, dan karya-karyanya dijadikan pegangan dan sumber rujukan oleh kaum orientalis. Ia senantiasa membela Islam dan mengatakan bahwa hanya Islam satu-satunya jalan yang bisa menyelamatkan dunia ini. (Muthahhari, 1996: 163). Tokoh lainnya yaitu Muhammad Rasyid Ridho dan Muhammad Abduh. 

Tantangan Modernitas terhadap perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Islam
       Modernitas sering dipahami sebagai ideologi atau sekedar kemajuan (progress). Kandungan kedua arti tersebut sangat erat kaitannya dengan kemajuan sains dan teknologi yang mampu mengubah gaya hidup (way of life) manusia. Kemajuan sains dan teknologi juga mampu menghasilkan alat komunikasi yang kini menjadi abad globalisasi penuh dengan berbagai corak.  Dengan alat ciptaan manusia sebagai hasil dari sains dan teknologi, manusia dapat berkomunikasi secara cepat dan simple (yakni jarak yang jauh menjadi dekat), sehingga mampu menjadikan dunia yang begitu besar seolah menjadi sebuah desa (global village) bahkan juga seolah selebar layar computer. Dalam waktu bersamaan, disiplin-disiplin keilmuan lain, seperti ilmu-ilmu sosial dan humaniora, akan cepat tumbuh berkembang memenuhi ruang publik di era globalisasi dan informasi sekarang ini. Kedua jenis/kelompok ilmu itu atau  telah, sedang, dan akan memanfaatkan jasa kemajuan sains dan teknologi tersebut. Tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah bahwa pengaruh sains dan teknologi terhadap kedua kelompok ilmu tadi ada yang berupa negative, yakni ketika bersama-sama kemudian berlawanan dengan agama, seperti ideology materialism yang dengan tegas menihilkan agama dan Tuhan. (Husin Al Munawar, 2005: 112-113)
       Namun, di sisi lain kemajuan sains dan teknologi bersama-sama kemajuan kehidupan sosial manusia dan kedua kelompok ilmu di atas sebenarnya dalam banyak hal dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, ketika pemanfaatannya sesuai dengan misi agama, termasuk Islam. Dalam waktu bersamaan, juga tidak sedikit member pengaruh untuk reinterpretasi terhadap makna yang terkandung dalam Islam. Ini meliputi ilmu-ilmu keislaman (Ulum al Qur’an termasuk di dalamnya) yang merupakan alat untuk memahami Islam. Sebagai contoh ketika manusia telah terbawa (terbelenggu) oleh gaya hidup kemodernan, beberapa nilai telah berubah. Sehingga perlu pemaknaan yang sesuiai dengan tuntutan kemajuan sins dan teknologi yang berkembangmenyertai zaman itu. (Husin Al Munawar, 2005: 113).

III.         KESIMPULAN
       Manusia sebagai khalifah di bumi harus melaksanakan tugas nya dengan sebaiknya untuk memakmurkan bumi ini. Maka setiap manusia harus membekali diri dengan ilmu. Manusia dibekali oleh Allah dengan akal, untuk itu ia bisa mengembangkan akalnya demi kemaslahatan bersama dan utuk kesejahteraannya. Namun terkadang manusia menggunakan akalnya dan hasil temuannya untuk hal-hal yang merugikan manusia lainnya. Hal itulah maka diperlukan etika moral agar bisa mengendalikan dirinya. Maka agama menjadi jalan tengah yang mengatur. Selain itu Islam dalam perannya mengembangkan ilmu pengetahuan juga secara tegas dalam firman Allah yang mendorong manmusia untuk hal ini. Banyak dijumpai ayat Al Quran yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
              Dengan kemajuan Islam dalam bidang ilmu pengetahuan di masa Abasiyah, harapannya Islam akan kembali merengkuh kejayaannya, inilah yang perlu dijadikan motivasi bagi umat Islam untuk lebih maju di masa kini dan mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

       Daftary Farhad (ed.), 2002, Tradisi-tradisi Intelektual Islam (terjemah.), Jakarta, Erlangga.
       Husin Al Munawar, Said Agil, 2005, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani Dalam Sistem Pendidikan Islam, Ciputat, PT. Ciputat Press.
       Jalaluddin, 2014, Filsafat Ilmu Pengetahuan: Filsafat, Ilmu Pengetahu-an, dan Peradaban, Jakarta, Rajawali Pers.
      Makbuloh, Deden, 2011, Pendidikan Agama Islam: Arah Baru Pengembangan Ilmu dan Kepribadian di Perguruan Tinggi, Jakarta, Rajawali Pers.
       Marshal, David (ed.),2012, Science and Religion: Christian and Muslim Perspectives, Washington, DC, Georgetown University Press.
       Muthahhari, Murtadha, 1996, Islam dan Tantangan Zaman (terjemah), Bandung, Pustaka Hidayah.
       Nata, Abuddin, 2011, Prespektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta, Kencana.
       



KONSEP, FUNGSI, PRINSIP DAN RUANG LINGKUP EVALUASI KURIKULUM

KONSEP, FUNGSI, PRINSIP DAN RUANG LINGKUP EVALUASI KURIKULUM

MAKALAH
Dibuat Dalam Rangka Memenuhi tugas Mata Kuliah
Kurikulum dan Evaluasi Pembelajaran

 















Oleh :
Ali Anwar  
1400018020






PROGRAM MAGISTER STUDI ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
EVALUASI KURIKULUM

A.     PENDAHULUAN
Setelah kurikulum diimplementasikan beberapa waktu lamanya, dengan pengertian bahwa kurikulum selalu diupayakan dalam kondisi siap untuk dikembangkan kembali dan diperbaiki kembali demi penyempurnaan, maka kurikulum tersebut perlu diadakan penilaian secara menyeluruh.[1]
Hasil dari penilaian kurikulum yang menyeluruh tersebut digunakan sebagai bahan pengendalian mutu pelaksananan kurikulum dan bahan pengembangan kurikulum pada tahun pelajaran berikutnya.
Pengalaman-pengalaman yang diperoleh pada saat kurikulum diimplementasikan akan memberikan kematangan untuk menemukan inovasi-inovasi baru yang lebih baik dan sempurna.[2]
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.[3]

B.     PENGERTIAN EVALUASI KURIKULUM
Kurikulum adalah ”suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu”. Sedangkan evaluasi pada dasarnya merupakan ”penetapan baik-buruk, memadai-kurang memadai (judgement), terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu yang disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan”.[4]
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan
Dengan demikian evaluasi kurikulum berarti “penetapan baik-buruk, memadai-kurang memadai, atau layak-kurang layak terhadap program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan kriteria tertentu yang disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan (dalam arti kriteria itu bersifat sistematis, deskripsi lengkap dan tepat )”.[5]
Sedangkan pengertian evaluasi pembelajran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secara sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
Dari pengertian itu dapat ditangkap adanya 3 komponen evaluasi, yaitu: (1) deskripsi program pendidikan yang hendak dievaluasi; (2) kriteria yang telah disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan, baik perumusannya maupun penerapannya dalam proses evaluasi; dan (3) penetapan baik-buruk, memadai-kurang memadai, layak-kurang layak atau sejenisnya, yang disebut dengan judgement.[6]
Evaluasi dan kurikulum  merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri, namun ada hubungan sebab akibat. Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan kurikulum.[7]

C.     TUJUAN EVALUASI KURIKULUM DAN EVALUASI PEMBELAJARAN
Evaluasi kurikulum dilakukan bertujuan untuk mencari jawaban atas permasalahan sebagai berikut:
1.      Sejauh mana para pelaku di lapangan sudah memahami dan menguasai kurikulum lengkap dengan semua komponennya.
2.      Sejauh mana efektivitas pelaksanaannya di sekolah.
3.      Sejauh mana efektivitas penggunaan sarana penunjang seperti buku, alat pelajaran/alat peraga dan fasilitas lainnya serta biaya dalam pelaksanaan kurikulum tersebut.
4.      Sejauh mana siswa telah berhasil mencapai tujuan yang dirumuskan, atau sejauh mana siswa telah menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diharapkan.
5.      Apakah ada dampak pelaksanaan kurikulum, baik yang sifatnya positif maupun negatif yang merupakan akibat yang ditimbulkan oleh kurikulum yang belum diperkirakan sebelumnya?[8]
Tujuan evaluasi kurikulum (program pendidikan) adalah untuk mengambil keputusan tentang penetapan pilihan mana diantara program pendidikan yang baik, memadai atau layak dilaksanakan, dan mana pula yang kurang baik, kurang memadai dan kurang layak untuk dilaksanakan, yang biasanya disebut sebagai “evaluasi sumatif “. Di samping itu, evaluasi kurikulum juga bertujuan untuk menyempurnakan program pendidikan yang direncanakan dan sedang dilaksanakan, dengan jalan memberikan umpan balik kepada petugas pengembang program, yang biasanya disebut sebagai “evaluasi formatif”.[9]
Perbedaan kedua tujuan evaluasi kurikulum tersebut bukan terletak pada proses pelaksanaannya, tetapi lebih terletak pada hakikat tindakan yang perlu dilaksanakan sebagai konsekuensi dari judgement yang ditetapkan.[10]
Dalam pedoman penilaian Depdikbud (1994), dinyatakan bahwa tujuan dari penilaian adalah untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, untuk perbaikan atau peningkatan kegiatan belajar siswa serta sekaligus memberi umpan balik bagi perbaikan pelaksanaan kegiatan belajar. Lebih bersifat koreksi, bahwa tujuan penilaian untuk mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan atau kesulitan belajar siswa, dan sekaligus memeberi umpan balik yang tepat.
Penilaian secara sistematis dan berkelanjutan untuk: (1) menilai hasil belajar siswa disekolah (2) mempertanggung jawabkan penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat (3) mengetahui mutu pendidikan di sekolah.
Dalam konteks pelaksanaan pendidikan, evaluasi memiliki beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2.    Untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran.
3.    Untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya.
4.    Untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam rangka perbaikan.

D.    FUNGSI EVALUASI KURIKULUM
Fungsi evaluasi kurikulum tergambar pada paparan berikut :
1.        Edukatif, untuk mengetahui kedayagunaan dan keberhasilan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
2.        Instruksional, untuk mengetahui pendayagunaan dan keterlaksanaan kurikulum dalam rangka pelaksanaan proses belajar mengajar.
3.        Diagnosis, untuk memperoleh informasi masukan dalam rangka perbaikan kurikulum pendidikan.
4.        Administratif, untuk memperoleh informasi masukan dalam pengelolaan program pendidikan.[11]

E.     ASAS-ASAS EVALUASI KURIKULUM
Evaluasi kurikulum berdasarkan asas-asas sebagai berikut:
1.         Rasional, artinya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang mendasar dan obyektif.
2.         Spesifikasi, artinya mengandung tujuan-tujuan yang jelas dan khusus.
3.         Manfaat, artinya bermanfaat sesuai dengan hakikat peserta yang mempelajari kurikulum tersebut.
4.         Efektivitas, artinya mengacu kepada ciri-ciri dan kondisi yang perlu untuk menentukan dampak kurikulum.
5.         Kondisi, artinya persyaratan yang diperlukan untuk melaksanakan kurikulum.
6.         Praktis, artinya mengacu kepada faktor-faktor dasar yang menunjang pelaksanaan kurikulum.
7.         Desiminasi, artinya berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi yang efektif.[12]

F.      RUANG LINGKUP EVALUASI
Ruang lingkup evaluasi berkaitan dengan cakupan objek evaluasi itu sendiri. Jika objek evaluasi itu tentang pembelajaran, maka semua hal yang berkaitan dengan pembelajaran menjadi ruang lingkup evaluasi pembelajaran. Dalam hal ini, ruang lingkup evaluasi pembelajaran akan ditinjau dari berbagai perspektif, yaitu domain hasil belajar, sistem pembelajaran, proses dan hasil belajar, dan kompetensi.  Hal ini dimaksudkan agar guru betul-betul dapat membedakan antara evaluasi dengan penilaian hasil belajar sehingga tidak terjadi kekeliruan atau tumpang tindih dalam penggunaannya.
1.        Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran dalam Perspektif Domain Hasil Belajar
Menurut benyamin S.Bloom, dkk. (1956) hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap domain disusun menjadi beberapa jenjang kemampuan, mulai dari hal yang sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari yang mudah sampai dengan hal yang sulit, dan mulai dari yang konkrit sampai dengan yang abstrak. Adapun rincian domain tersebut adalah :
a. Domain kognitif (cognitive domain). Domain ini memiliki enam jenjang kemampuan, yaitu:
1)   Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemapuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.
2)   Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain.
3)   Penerapan (application), yaitu jenjang kemampuan yang mnuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tatacara ataupun metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret.
4)   Analisis (analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk mernguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentukannya.
5)   Sintesis (synthesis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk mengasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai factor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme.
6)   Evaluasi (evaluation), yaitu  jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan criteria-kriteria tertentu. Hal yang penting dalam evaluasi adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga peserta didik mampu mengembangkan criteria atau patokan untuk mengevaluasi sesuatu.
b.      Domain afektif (affective domain), yaitu internalisasi sikapyang menunjuk kea rah pertumbuhan batiniah dan terjadi apabila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku. Domain afektif terdiri atas beberapa jenjang kemampuan,yaitu :
1)   Kemauan menerima (receiving), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan memeperhatikan. kata kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya menanyakan, memilih, menggambarkan, mengikuti, menjawab dan berpegang teguh.
2)   Kemampuan menanggapi dan menjawab (responding), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk tidak hanya peka pada suatu fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemauan peserta didik untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan.
3)   Menilai (valuing), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menilai suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu secara konsisten.
4)   Organisasi (organization), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menyatuka nilai-nilai yang berbeda, memecahkan masalah, memebentuk suatu system nilai.
c.       Domain Psikomotor (psychomotor domain), yaitu  kemampuan peserta didik yang berkaitanm dengan gerak tubuh atau bagian-bagiannya, mulai dari gerakan yang sederhana sampai dengan gerakan yang kompleks. Perubahan pola gerakan meakan waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kata kerja operasional yang digunakan harus sesuai dengan kelompok keterampilan masing-masing, yaitu:
1)         Muscular or motor skill, meliputi: mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan, menampilkan.
2)         Manipulation of materials or objects, meliputi: mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk.
3)         Neomuscular coordination, meliputi: mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik dan menggunakan.
2.        Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran dalam Perspektif Sistem Pembelajaran
Jika tujuan pembelajarn yakni untuk mengetahui keefektifan system pembelajaran, maka, ruang lingkup evaluasi meliputi :
a.        Program pembelajaran, yang meliputi :
1)   Tujuan pembelajaran umum atau kompetensi dasar, yaitu target yang harus dikuasai peserta didik dalam setiap pokok bahasan topic. Criteria yang digunakan untuk mengevaluasi tujuan pembelajaran umum atau kompetensi dasar ini adalahketerkaitannya dengan tujuan kurikuler atau standar kompetensi dari bidang studi/mata pelajaran dan tujuan kelembagaan, kejelasan rumusan kompetensi dasar, kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan peserta didik, pengembangannya dalam bentuk hasil belajar dan indikator dan unsur-unsur penting dalam kompetensi dasar , hasil belajar dan indikator.
2)   Isi/materi pembelajaran, yaitu isi kurikulum yang berupa topik/pokok bahasan, subtopik/subpokok bahasan beserta perinciannya dalam setiap bidang studi atau mata pelajaran. Isi kurikulum tersebut memiliki tiga unsur, yaitu logika, etika dan estetika. Materi pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi enam jenis, yaitu fakta, konsep/teori, prinsip, proses, nilai dan ketrampilan.
3)   Metode pembelajaran, yaitu cara guru menyampaikan materi pelajaran, seperti metode ceramah, Tanya jawab, diskusi, pemecahan masalah, dan sebagainya.
4)   Media pembelajaran, yaitu alat-alat yang membantu untuk mempermudah guru dalam menyampaikan isi/materi pelajaran. Media dapat dibagi tiga kelompok, yaitu media audio, media visual, dan media audio visual.
5)   Sumber belajar, yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknikdan latar. Sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sumber belajar yang dirancang (resources by design) dan sumber belajar yang digunakan (resources by utilization). Criteria yang digunakan sama seperti komponen metode.
6)   Lingkungan, terutama lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga. Criteria yang digunakan antar lain: hubungan antara peserta didik dan teman sekelas/sekolahmaupun diluar sekolah, guru dan orang tua, serta kondisi keluarga.
7)   Penilaian proses dan hasil belajar, baik yang menggunakan tes maupun nontes. Criteria yang digunakan, antara lain: kesesuaiannya dengan kompetensi dasar, hasil belajar, dan indicator, keseuaiannya denga tujuan dan fungsi penilaian, unsure-unsur penting dalam penilaian, aspek-aspek yang dinilai, kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan peserta didik, jenis dan alat penilaian.
b.        Proses pelaksanaan pembelajaran meliputi :
1)   Kegiatan, yang meliputi jenis kegiatan, prosedur pelaksanaan setiap jenis kegiatan, sarana pendukung, efektifitas dan efisiensi, dan sebagainya.
2)   Guru, terutama dalam hal menyampaikan materi, kesulitan-kesulitan guru, menciptakan suasana pelajaran yang kondusif, menyiapkan alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan, membimbing peserta didik, menggunakan teknik penilaian, menerapkan disiplin kelas dan sebagainya.
3)   Peserta didik, terutama dalam hal peran serta peserta didk dalam kegiatan belajar dan bimbingan, memahami jenis kegiatan, mengerjakan tugas-tugas, perhatian, keaktifan, motivasi, sikap, minat dan umpan balik, kesempatan melaksanakan praktik dalam situasi yang nyata, kesulitan belajar, waktu istirahat dan sebagainya.
c.    Hasil pembelajaran, baik untuk jangka pendek (sesuai dengan pencapaian indicator), jangka menengah (sesuai dengan target untuk setiap bidang studi/mata pelajaran), dan jangka panjang ( setelah peserta didik terjun kemasyarakat).
3.        Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran dalam Perspektif Penilaian Proses dan Hasil Belajar
a.    Sikap dan kebiasaan, motivasi, minat dan bakat yang meliputi :
Bagaimana sikap peserta didik terhadap guru, mata pelajaran, orang tua, suasana sekolah, lingkungan, metode, media dan penilaian? Bagaiman sikap, kebiasaan dan tanggung jawab peserta didik terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh guru di sekolah? Bagaiman sikap peserta didik terhadap tata tertib sekolah dan kepemimpinan kepala sekolah? Bagaimana motivasi, minat dan bakat peserta didik dalam pelajaran.
b.    Pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap bahan pelajaran, yang meliputi: apakah peserta didik sudah mengetahui dan memahami tugas-tugasnya sebagai warga Negara, warga masyarakat, warga sekolah dan sebagainya? Apakah peserta didik telah mengetahui tentang materi yang telah diajarkan? Apakah peserta didik telah mengetahui dan mengerti hokum-hukum atau dalil-dalil dalam suatu mata pelajaran?
c.    Kecerdasan peserta didik, yang meliputi: apakah peserta didik sampai taraf tertentu sudah dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelajaran? Bagaimana upaya guru meningkatkan kecerdasan peserta didik?
d.    Perkembangan jasmani/kesehatan, yang meliputi: apakah jasmani peserta didik sudah berkembang secara harmonis? Apakah peserta didik sudah dapat menggunakan anggota tubuhnya dengan cekatan? Apakah peserta didik sudah dapat membiasakan diri hidup sehat?
e.    Ketrampilan, yaitu: apakah peserta didik sudah terampil membaca dan menulis dan berhitung? Apakah peserta didiksudah terampil menggunakan tangannya untuk menggambar, olahraga dan sebagainya?
f.      Dalam kompetensi berbasis kompetensi 2004 terdapat empat komponen pokok yaitu : kurikulum dan hasil belajar, penilaian berbasis kelas, kegiatan belajar-mengajar, dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah.
g.    Ruang lingkup evaluasi pembelajaran dan penilaian hasil belajar di atas merupakan aspek-aspek minimal yang harus dievaluasi oleh guru dalam pembelajaran. Aspek-aspek tersebut bersifat umum dan global. Oleh karena itu, perlu dirinci lagi sampai pada tingkat operasional dan spesifik sehingga aspek-aspek itu betul-betul dapat diukur dan dapat diamati. Untuk mengukur aspek-aspek tersebut, guru harus membuat instrument evaluasi atau penilaian secara , bervariasi, baik tes maupun non-tes.
4.        Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran dalam Perspektif Penilaian Berbasis Kelas
Sesuai dengan petunjuk pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang dikeluarkan oleh departemen pendidikan nasional (2004), maka ruang lingkup penilaian berbasis kelas adalah sebagai berikut :
a.    Kompetensi dasar mata pelajaran
Kompetensi dasar pada hakikatnya adalah pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan suatu aspek atau subjek mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar merupakan bagian dari kompetensi minimal pelajaran. Kompetensi dasar merupakan bagian dari tamatan.
b.      Kompetensi rumpun pelajaran
Rumpun pelajaran merupakan kumpulan dari mata pelajaran atau disiplin ilmu yang lebih spesifik. Kompetensi rumpun pelajaran pada hakikatnya merupakan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak yang seharusnya dicapai oleh peserta didik setelah menyelesaikan rumpun pelajaran tersebut. Setiap rumpun pelajaran menentukan hasil belajar tamatan yang dapat dijadikan acuan alat pengembangan alat penilaian pada setiap kelas.

c.        Kompetensi Lintas Kurikulum
Kompetensi lintas kurikulum merupakan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik melalui seluruh rumpun pelajaran dalam kurikulum. Kompetensi lintas kurikulum yang diharapkan dikuasai peserta didik adalah 1) menjalankan hak dan kewajiban secara bertanggung jawab terutama dalam menjamin perasaan aman dan menghargai sesama, 2) menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, 3) memilih, memadukan, dan menerapkan konsep dan teknik numeric dan spasial, mencari dan menyusun pola, struktur hubungan, 4) menemukan pemecahan masalah baru berupa prosedur maupun produk teknologi melalui penerapan dan penilaian pengetahuan, konsep, prinsip dan prosedur yang telah dipelajari. 5) berpikir kritis dan bertindak sistematis dalam setiap pengambilan keputusan berdasarkan pemahaman dan penghargaan terhadap dunia fisik makhluk hidup dan teknologi 6) berwawasan kebangsaan dan global, terampil serta aktif berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi dengan pemahaman terhadap nilai-nilai dan konteks budaya, geografi dan sejarah 7) beradab, berbudaya, bersikap religious, bercita rasa seni, susila, kreatif dengan menampilkan dan menghargai karya artistic dan intelektual, serta meningkatkan kematangan pribadi 8) berfikir terarah/terfokus, berfikir lateral, memperhitungkan peluang dan potensi, serta luwes untuk menghadapi berbagai kemungkinan 9) percaya diri dan komitmen dalam bekerja, baik secara mandiri maupun bekerja sama.
d.      Kompetensi Tamatan
Kompetensi tamatan merupakan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu.
e.         Pencapaian Ketrampilan Hidup
Kecakapan hidup yang dimiliki peserta didik melalui berbagai pengalaman belajar ini, juga perlu dinilai sejauh mana kesesuaiannya dengan kebutuhan mereka untuk dapat bertahan dan berkembang dalam kehidupannya dilingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Jenis-jenis kecakapan hidup yang perlu dinilai antar lain:
1)        Keterampilan pribadi, meliputi penghayatan diri sebagai makhluk tuhan yang maha esa, motivasi berprestasi, komitmen, percaya diri dan mandiri.
2)        Keterampilan berpikir rasional, meliputi: berpikir kritis dan logis, berpikir sistematis, terampil menyusun rencana secara sistematis, terampil memecahkan masalah secara sistematis.
3)        Keterampilan social, meliputi : keterampilan berkomunikasi lisan dan tertulis, keterampilan bekerja sama, kolaborasi, dan keterampilan berpartisipasi.
4)        Keterampilan akademik meliputi; keterampilan merancang, dan melaporkan hasil penelitian ilmiah, keterampilan mentransfer dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitian untuk memecahkan masalah, baik proses maupun produk.
5)        Keterampilan vokasional meliputi: keterampilakn menemukan alogaritma, model, prosedur untuk mengerjakansuatu tugas, keterampilan melaksanakan prosedur dan mencipta produk dengan menggunakan konsep, prinsip, bahan dan alat yang telah dipelajari.

G.    KONSEP EVALUASI KURIKULUM
1.      Evaluasi Model Penelitian
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian didasarkan atas teori dan metode tes psikologis serta eksperimen lapangan. Tes psikologis atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes intelegensi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan serta hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik.[13]
Eksperimen lapangan  dalam pendidikan, dimulai tahun 1930 dengan menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian botani pertanian. Model eksperimen dalam pertanian dapat digunakan dalam pendidikan, anak dapat diumpamakan seperti benih, sedang kurikulum serta berbagai fasilitas serta system sekolah dapat disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya. Untuk mengetahui tingkat kemampuan anak serta hasil yang dicapai dapat digunakan test (pre test dan post tes). Tes adalah teknik penelitian yang biasa digunakan untuk mengukur   kemampuan siswa dalam pencapaian  suatu kompetensi tertentu, melalui pengolahan secara kuantitatif yang hasilnya berbentuk angka. Berdasarkan  angka itulah selanjutnya ditafsirkan tingkat penguasaan kompetensi siswa.[14]
Salah satu pendekatan dalam evaluasi yang menggunakan eksperimen lapangan adalah mengadakan  pembandingan antara dua macam kelompok anak, umpamanya yang menggunakan dua metode belajar yang berbeda. Rancangan penelitian lapangan ini membutuhkan persiapan yang sangat teliti dan rinci. Besarnya sampel, variabel yang terkontrol , hipotesis, treatment, tes hasil belajar dan sebagainya, perlu dirumuskan secara tepat dan rinci.[15]
Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen lapangan yaitu:
a.       Kesulitan administratif, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen.
b.      Masalah teknis dan logis, yaitu kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji.
c.       Sukar untuk mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
d.      Ada keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat  dilakukan.[16]
2.      Evaluasi Model Obyektif
Evaluasi model objektif (model tujuan) berasal dari Amerika Serikat. Perbedaan model objektif dengan model komparatif ada dalam dua hal :
a.       Dalam model objektif evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum.
b.      Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif (tujuan khusus).[17]
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang model objektif, yaitu:
a.       Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum.
b.      Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa.
c.       Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut.
d.      Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.[18]
Pendekatan ini yang digunakan oleh Ralph Tylor (1930) dalam menyusun tes dengan titik tolak pada perumusan tujuan tes, sebagai asal mula pendekatan sistem (system approach). Pada tahun 1950-an Benyamin S. Bloom dengan kawan-kawannya menyusun klasifikasi sistem tujuan yang meliputi daerah-daerah belajar (cognitive domain). Mereka membagi proses mental yang berhubungan dengan belajar tersebut dalam 6 kategori, yaitu (1) knowledge, (2) comprehension, (3) application, (4) analysis, (5) synthesis, dan (6) evaluation.[19]
Dasar-dasar teori Tylor dan Bloom menjadi prinsip sentral dalam berbagai rancangan kurikulum dan mencapai puncaknya dalam sistem belajar berprogram dan sistem intruksional. Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI (Individually Prescribed Instruction). Suatu program yang dikembangkan oleh Learning Research And Develovment Centre Universitas Pittsburg.
Dalam IPI, anak mengikuti kurikulum yang memiliki 7 unsur :
a.       Tujuan-tujuan pengajaran yang disusun dalam daerah-daerah, tingkat-tingkat dan nit-unit.
b.      Suatu prosedur program testing.
c.       Pedoman prosedur penulisan.
d.      Materi dan alat pengajaran.
e.       Kegiatan guru dalam kelas.
f.        Kegiatan murid dalam kelas.
g.       Prosedur pengelolaan kelas.[20]
3.      Evaluasi Model Campuran Multivariasi
Evaluasi model perbandingan dan model Tylor dan Bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut.
Seperti halnya pada eksperimen lapangan serta usaha-usaha awal dari Tylor dan Bloom, metode tersebut  masuk ke bidang kurikulum  dari proyek evaluasi. Metode-metode tersebut masuk ke bidang kurikulum setelah computer dan program paket berkembang yaitu tahun 1960.[21]
Langkah-langkah model multivariasi adalah sebagai berikut:
a.       Mencari sekolah yang berminat untuk dievaluasi/diteliti.
b.      Pelaksanaan program. Bila tidak ada pencampuran sekolah tekanannya pada partisipasi yang optimal,
c.       Sementara tim penyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode unsur, dapat disiapkan tes tambahan.
d.      Bila semua  informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan computer,
e.       Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari beberapa variabel yang berbeda.[22]
Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam model campuran multivariasi, yaitu:
a.       Diharapkan memberikan tes statistik yang signifikan.
b.      Terlalu banyaknya variabel yang perlu dihitung pada suatu saat, kemampuan komputer hanya 40 variabel, sedangkan dengan model ini dapat dikumpulkan sampai 300 variabel.
c.       Meskipun model multivariasi telah mengurangi masalah control berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi tetap menghadapi masalah-masalah pembandingan.
4.      Model EPIC (Evaluation Program for Innovative Curriculums)
Model EPIC menggambarkan keseluruhan program evaluasi dalam sebuah kubus. Kubus tersebut mempunyai tiga bidang, yaitu:
a.       Behavior (perlakuan) yang menjadi sasaran pendidikan yang meliputi perilaku cognitive, affective dan psychomotor.
b.      Instruction (pengajaran) yang meliputi organization, content, method, facilitiesand cost.
c.       Kelembagaan yang meliputi student, teacher, administrator, educational specialist, family and community.[23]
5.      Model CIPP (Context, Input, Process dan Product)
Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi.
Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
a.       Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
b.      Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
c.       Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi: pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
d.      Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang.[24]
6.      Model C – I – P – O – I
Model pendekatan ini diadopsi dari CIPP-nya Daniel L. Stufflebeam (1971) yang menyatakan bahwa evaluasi dapat membantu proses pengambilan keputusan dalam pengembangan program. Model pendekatan ini terdiri dari :
a.       Context Evaluation (C); evaluasi untuk menganalisa problem dan kebutuhan dalam suatu sistem. Kegiatan evaluasi dimaksudkan untuk dilakukan dengan tidak melepaskan diri dari konteks yang membentuk sistem itu sendiri dalam upaya pencapaian tujuan program.
b.      Inputs Evaluation (I); mengevaluasi strategi dan sumber-sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan program. Hasil input evaluation dapat membantu pengambil keputusan untuk memilih strategi dan sumber terbaik dalam keterbatasan tertentu untuk mencapai tujuan program.
c.       Process Evaluation (P); evaluasi dilakukan dengan maksud memonitor proses pelaksanaan program, apakah kegiatan berjalan sesuai dengan perencanaan sehingga mengarah pada pencapaian tujuan program.
d.      Outputs Evaluation (O); evaluasi dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh hasil yang diperoleh oleh program yang telah dikembangkan. Tentu saja, hasilnya dapat digunakan untuk mengambil keputusan apakah program diteruskan, diberhentikan atau secara total diubah.
e.       Impacts Evaluation (I); evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana program yang telah dikembangkan memberikan dampak yang positif dalam jangka waktu yang lebih panjang.
Pemaparan di atas kiranya dapat digambarkan sebagai berikut:
CONTEXT
INPUTS
PROCESS
OUTPUTS
IMPACTS[25]
7.      Model I – P – O
Penerapan model I – P – O pada sistem pembelajaran kiranya dapat digambarkan sebagai berikut :
INPUT
PROCESS
OUT PUT[26]
8.      Model I – P – O – I
Penerapan model I – P – O – I pada sistem pembelajaran kiranya dapat digambarkan sebagai berikut :
INPUT
PROCESS
OUT PUTS
IMPACTS[27]
9.      Model 3 P (Program – Proses – Produk)
Model pendekatan ini merupakan model yang diadopsi dari model yang dikembangkan oleh Raka Joni (1981); esensi dari pendekatan evaluasi model ini, adalah sebagai berikut :
a.       Evaluasi Program; yakni merupakan evaluasi yang lebih memfokuskan diri pada evaluasi perencanaan program, dengan demikian evaluasi dilakukan sebelum program dilaksanakan untuk menetapkan rasional kelompok sasaran (targetted groups) serta mengidentifikasi kebutuhan (needs assessment) dan potensi yang ada padanya di samping mengkaji dibelakang meja kesesuaian, perangkat kegiatan program dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan untuk dicapai. Dengan demikian maka evaluasi perencanaan program merupakan bagian integral dari pada pengembangan program.
b.      Evaluasi Proses; yaitu evaluasi yang cenderung mengarah pada bentuk monitoring yang dilakukan pada saat kegiatan-kegiatan program berlangsung dan dimaksudkan untuk menjawab dua kelompok pertanyaan : apakah kegiatan-kegiatan program dilakukan atau diwujudkan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan di dalam desain program ? apakah program secara efektif mencapai kelompok sasaran yang telah ditetapkan ?. Model evaluasi ini sangat penting untuk pengembangan program sebab tidak dengan sendirinya pelaksanaan kegiatan-kegiatan program sesuai dengan tujuan serta niat yang semula ditetapkan. Dalam bahasa analisis sistem, evaluasi ini dinamakan evaluasi proses.
c.       Evaluasi Produk; merupakan evaluasi terhadap aspek hasil ditujukan kepada pencapaian tujuan program baik jangka pendek (hasil antara), maupun jangka panjang (hasil akhir). Maka, yang hendak dinilai adanya kesesuaian antara tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan hasil-hasil yang diperoleh. Di samping itu hasil-hasil sampingan baik yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki, dapat dideteksi melalui evaluasi ini.[28]



H.    PENUTUP
Evaluasi Kurikulum berarti “penetapan baik-buruk, memadai-kurang memadai, atau layak-kurang layak terhadap program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan kriteria tertentu yang disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan (dalam arti kriteria itu bersifat sistematis, deskripsi lengkap dan tepat).
Evaluasi kurikulum dilakukan bertujuan untuk mencari jawaban atas permasalahan sebagai berikut Sejauh mana para pelaku di lapangan sudah memahami dan menguasai kurikulum lengkap dengan semua komponennya.
Sejauh mana efektivitas pelaksanaannya di sekolah.
Sejauh mana efektivitas penggunaan sarana penunjang seperti buku, alat pelajaran/alat peraga dan fasilitas lainnya serta biaya dalam pelaksanaan kurikulum tersebut.
Sejauh mana siswa telah berhasil mencapai tujuan yang dirumuskan, atau sejauh mana siswa telah menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diharapkan.
Apakah ada dampak pelaksanaan kurikulum, baik yang sifatnya positif maupun negatif yang merupakan akibat yang ditimbulkan oleh kurikulum yang belum diperkirakan sebelumnya
Fungsi evaluasi kurikulum yaitu: edukatif, instruksional, diagnosis, dan administratif.
Asas-Asas Evaluasi kurikulum sebagai berikut: rasional, spesifikasi, manfaat, efektivitas, kondisi, praktis dan desiminasi.
Sedangkan ruang lingkup evaluasi evaluasi kurikulum sebagai suatu program atau dokumen dan Evaluasi pembelajaran sebagai implementasi kurikulum.
Konsep Evaluasi Kurikulum terdapat beberapa model diantaranya: evaluasi model penelitian, evaluasi model obyektif, evaluasi model campuran multivariasi, model EPIC, model CIPP, model C – I – P – O – I, model I – P – O, model I – P – O – I dan model 3 P (Program – Proses – Produk).



DAFTARA PUSTAKA


Arifin, Zainal, Evaluasi Pembelajaran, Bandung, Remaja Rosdakarya : 2013.Cet. 5
Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung, Remaja Rosdakarya : 2008.
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya, Pustaka Pelajar: 2004.
Sudjana, Nana & Ahmad Rivai, Teknologi Pengajaran, Bandung: Sinar Baru Algensindo: 2009.
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2009.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum, Bandung, Remaja Rosdakarya : 2006.



[1] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2008), 237
[2] Ibid, 237
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2006),173
[4] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan islam, (Surabaya, Pustaka Pelajar: 2004), 187
[5] Ibid, 187
[6] Ibid, 188
[7]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2006),172
[8] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2008), 237-238
[9] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan islam, (Surabaya, Pustaka Pelajar : 2004), 188
[10] Ibid, 188
[11] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2008), 238-239
[12] Ibid, 239-240
[13] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2006),185
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] Ibid, 186
[17] Ibid
[18] Ibid, 187
[19] Ibid
[20] Ibid
[21] Ibid, 188
[22] Ibid, 188
[23] Ibid, 189
[24] Ibid,
[25] Ibid
[26] Ibid
[27] Ibid