Jumat, 27 Juli 2018

KEGAGALAN MEMAHAMI ISLAM NUSANTARA


Setiap manusia memiliki suatu pemahaman terhadap suatu objek tertentu, yang mana pemahaman tersebut bisa bertindak maupun bergerak sehingga memunculkan paham-paham yang berbeda.
Begitupun dengan “Islam Nusantara” yang sangat hangat dibicarakan bahkan diperdebatkan oleh banyak orang, entah di lingkungan masyarakat, perguruan tinggi maupun di media sosial. Munculnya Islam Nusantara tentu menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat, jika kita memahami dengan metodologi yang tidak searah maka akan menimbulkan pemahaman yang berbeda. Perbedaan paham tersebut akan memicu sikap saling menyalahkan, membid’ahkan bahkan mengkafirkan.
Mereka yang gagal memahami Islam Nusantara akan menimbulkan sikap apatis “anti Islam Nusantara” sehingga dengan mudah menghakimi tanpa adanya tabayyun, tashawur dan tashdik terlebih dahulu. Apalagi mereka yang sudah beda kutub “siapa saya dan siapa kamu” dalam pikirannya “harus beda dan tidak boleh sama”, dengan mencari-cari berbagai argumen untuk membedakan persepsi. Pada dasarnya ada 3 dasar orang beranggapan tentang Islam:
  1. Mereka yang hanya memahami understanding Islam saja tidak terpetak-petak, dan tidak ingin tahu berbagai macam aliran,  hanya paham “what the Islam”.
  2. Mereka tidak tahu Islam sama sekali, hanya ikut-ikutan (terpengaruh oleh lingkungan), sehingga ia memilih satu aliran dan menyesatkan aliran yang lain.
  3. Mereka yang sudah memahami Islam dari berbagai aliran, sehingga ia menetapkan satu keputusan  yang sesuai keyakinannya dengan berbagai konsidensi tanpa menyesatkan aliran lain.

Maka saya akan sedikit menyimpulkan tentang Islam Nusantara:
Islam Nusantara merupakan 2 rangkaian kata yaitu Islam dan Nusantara yang keduanya memiliki makna masing-masing, jika keduanya digabungkan untuk membentuk sebuah frase yang dalam bahasa Indonesia penggabungan itu disebut sebagai “aneksi” sehingga Islam Nusantra berarti Islam Di Nusantara
Sedangkan dari segi substansi Islam Nusantara merupakan paham atau praktik ke Islaman yang ada di Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks syariat dengan realita dan budaya setempat.  Maka islam Nusantara itu bukan agama baru juga bukan aliran baru. Islam Nusantara adalah wajah keislaman yang ada di Indonesia, ajaran Islam yang terimplementasi di tengah masyarakat yang karakternya dipengaruhi struktur wilayah. seperti yang diungkapkan GUSMUS (Kita orang Indonesia yang beragama Islam, Bukan orang Islam yang kebetulan lahir di Indonesia).
Praktik ke Islaman ini tercermin dalam prilaku sosial budaya muslim Indonesia yang moderat (tawassuth), menjaga keseimbangan (tawazun) dan toleran (tasamuh), ketiga sikap ini menjadi pijakan untuk mencari solusi, problem sosial masyarakat akibat liberalisme, kapitalisme, sosialisme termasuk radikalisme agama.
Sehingga dalam memahami Islam Nusantara itu setidaknya ada 4 elemen yang harus diperhatikan:
  1. Memahami Islam secara menyeluruh. Tidak terpusat pada satu sumber, apalagi sumbernya sudah jelas anti Islam Nusantara, maka yang dihasilkan hanyalah benci dan benci.
  2. Perbanyak belajar dengan berdiskusi kepada banyak orang, entah itu mereka yang pro maupun yang kontra terhadap Islam Nusantara. Sehingga kita mendapatkan berbagai pengalaman dan bisa mengambil sikap terhadap Islam Nusantara.
  3. Selalu mengikuti perkembangan personal, artinya memahami Islam sejak zaman Nabi, sahabat, tabi’in, era pasai, walisongo, mataram hingga era sekarang.
  4. Selulu berhusnudhon dalam berfikir dan bertindak tasamuh, tawazun, dan i’tidal
Perlu di ingat Islam di Nusantara bukan agama buru, pola Islam Nusantara tersebut di bidang Fiqh mengikuti Imam Syafi’i, bidang teologi mengikuti Abul Hasan Al-Asy’ari, bidang tasawuf mengikuti Imam Ghazali dan Al-Maturidi. Mereka adalah ulama’ yang senantiasa mengikuti sunnah Rasulullah dan para sahabat. (bisa membaca dan belajar tentang biografi maupun karomah para ulama’ tersebut).

So, kita harus berintropeksi diri, menyadari siapa sih diri kita ini, sampai berani membid’ahkan berani menyalahkan? Apakah diri kita lebih mulia dibandingkan Ulama’-ulama tersebut? Apakah kita lebih pintar dari mereka?, beristighfar dan memohon ampunan itu lebih baik.

“Jangan berhenti belajar, belajarlah dari berbagai sumber tanpa ada prasangka buruk, selalu berhusnudhon, Allah akan menuntun dan membukakan pintu mana yang haq dan mana yang batil.”