Jumat, 16 September 2011

KAREKATUR


BAB I
PENDAHULUAN
1.    Latar belakag
Sehubungan dengan berita mengenai karikatur yang pernah beredar di beberapa media di Eropa beberapa bulan lalu merupakan pelecehan yang disengaja dan direncanakan. Namun, persoalan ini bukanlah sebatas permasalahan umat Islam saja, melainkan persoalan antara yang berbudaya menghadapi yang tidak berbudaya. Jadi, tidak tepat memandang kasus tersebut sebagai persolan umat Islam.
Pada tanggal 30 September 2005 beredar beberapa karikatur yang mengandung pelecehan terhadap Nabi Muhammad Saw. di Denmark melalui koran Jyllands-Posten Dalam beberapa media disebutkan bahwa karikatur-karikatur itu dimaksudkan untuk mengilustrasikan secara satir buku yang ditulis oleh seseorang yang bernama Kory Bluitgen. Pada mulanya tidak seorang pun yang bersedia melakukannya, tetapi pemimpin redaksi koran Jyllands-Posten itu mengundang lagi 40 pelukis dan 12 orang di antaranya menerima dan membuat karikatur-karikatur yang melecehkan itu. Ini menunjukkan bahwa mereka sejak semula telah mengetahui ketidakwajaran membuat karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad Saw, yang akan menimbulkan protes dan reaksi keras umat Islam sedunia.
Karikatur-karikatur itu diterbitkan ulang oleh beberapa media lainnya di Eropa, seperti koran Norwegia Magazinet yang terbit pada 10 Januari 2006, lalu koran Jerman Die Welt, surat kabar Prancis Frans Soir dan juga beberapa koran lainnya di Selandia Baru, Yordani, bahkan juga Tabloid Peta yang terbit di Bekasi, Jawa Barat, di bulan Februari 2006 yang lalu. Di samping media tertulis, karikatur itu juga menjadi semakin meluas setelah tertayang pula melalui internet.
2.    Rumusan Masalah
a.       Bagaimana doktrin agama mengenai pembuatan karekatur tersebut?
b.      Bagaimana pandangan islam mengenai kebebasan manusia?
c.       Bagaimana imbas dari doktrin agama dan kebebasan manusia?

BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian karekatur
Karikatur, berasal sari kata caricare ( bahasa Itali ) yang maknanya memberi muatan atau tambahan ekstra. Jadi karekatur adalah suatu gambar yang dilebih-lebihkan pada bagian obyek yang digambarkan baik bersifat menjelek-jelekan atau sebaliknya. Pengertian lain yaitu Karikatur adalah suatu bentuk gambar yang sifatnya klise, sindiran, kritikan, dan lucu. Karikatur merupakan ungkapan perasaan seseorang yang diekspresikan agar diketahui khalayak. Karikatur sebagai media komunikasi mengandung pesan, kritik atau sindiran tanpa banyak komentar, tetapi cukup dengan rekaan gambar yang sifatnya lucu sekaligus mengandung makna yang dalam (pedas). Karikatur adalah bagian dari surat kabar yang tidak asing lagi bagi siswa maupun guru.
2.    Doktrin Agama
Apa yang terjadi di Denmark, Norwegia dan negeri lainnya bukan semata-mata masalah larangan melukis nabi Muhammad SAW. Melainkan sudah masuk ke wilayah penghinaan. Sebab gambar itu memang dibuat sengaja untuk menghina beliau SAW Penghinaan atas nabi Muhammad SAW oleh media massa di Denmark, Norwegia dan beberapa negeri lainnya memang sudah keterlaluan.
Padahal di dalam syariah Islam, jangankan membuat gambar yang bersifat menghina, sekedar melukis sosok Rasulullah SAW sendiri pun sudah haram hukumnya. Bahkan meski pelukisnya melukis dengan niat baik dan lukisan yang indah. Namun umat Islam sejak awal telah diajari untuk menghormati nabi mereka bukan dengan membuat lukisan atau gambar, apalagi patung. Islam datang justru menghancurkan gambar-gambar para nabi serta patung-patung mereka yang terlanjur disembah.
Sebuah bentuk kejahilan yang diperangi agama Islam adalah melukis, menggambar dan mematungkan para nabi dan orang shalih di masa lalu. Dan kelakuan umat terdahulu memang selalu demikian. Para nabi yang telah wafat itu mereka buatkan lukisannya, meski dengan niat untuk mengagungkannya, mensucikannya atau menghormatinya. Namun di balik niat lugu itu, syetan telah selalu berhasil menyelewengkan dan memasukkan bisikan jahatnya. Sehingga pada akhirnya gambar dan patung para nabi menjadi sesembahan selain Allah. Dan mereka berkata: Jangan sekali-kali kamu meninggalkan tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr. {QS. Nuh: 23}
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa nama berhala itu yaitu Wadd, Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nashr sebenarnya nama orang shalih dan mereka bukan tuhan. Namun sepeninggal mereka, orang-orang ingin mengenang jasa dan keagungannya, sehingga kemudian dilukislah wajah mereka, sehingga akhirnya dibuatkan patung. Dari generasi ke generasi akhirnya patung mereka sudah menjadi tuhan sesembahan selain Allah.
Di dalam syariah Islam, melukis nabi dan para shahabat telah diharamkan secara total. Meski pun niatnya baik dan lukisannya indah. Tetapi hukumnya tetap haram. Sedangkan yang dilakukan sekarang ini memang melebihi batas kewajaran. Sebab melukis nabi Muhammad SAW saja sudah haram, apalagi sambil membuatnya menjadi karikatur yang menghina dan merendahkan. Hadits-hadits yang melarang menggambar makhluk bernyawa sangat banyak, ada beberapa lafazh yang diriwayatkan oleh sahabat berbeda sehingga dianggap sebagai beberapa hadits.
Pada dasarnya para ‘ulama sepakat bahwa hukum menggambar makhluk bernyawa adalah haram. Banyak riwayat yang menuturkan tentang larangan menggambar makhluk bernyawa, baik binatang maupun manusia. Sedangkan hukum menggambar makhluk yang tidak bernyawa, misalnya tetumbuhan dan pepohonan adalah mubah.
Berikut ini akan kami ketengahkan riwayat-riwayat yang melarang kaum muslim menggambar makhluk bernyawa. Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Barangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupklannya.’” [HR. Bukhari].
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar yang bernyawa.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa seorang laki-laki dateng kepada Ibnu ‘Abbas, lalu katanya, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku menyukainya.” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’” Ibnu ‘Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa.” [HR. Muslim].
Dari ‘Ali ra, ia berkata, “Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah diantara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Saw.’”[1]
Larangan menggambar gambar di sini mencakup semua gambar yang bernyawa, baik gambar itu timbul maupun tidak, sempurna atau tidak, dan distilir maupun tidak. Seluruh gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, distilir (digayakan), maupun dalam bentuk karikatur adalah haram. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, menyatakan, bahwa gambar yang dimaksud di dalam riwayat-riwayat di atas adalah semua gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, maupun distilir atau tidak. Semuanya terkena larangan hadits-hadits di atas (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, bab Tashwiir).
Larangan yang terkandung di dalam nash-nash di atas juga tidak mengandung ‘illat. Larangan menggambar makhluk bernyawa bukan karena alasan gambar itu sempurna atau tidak. Larangan itu juga tidak berhubungan dengan apakah gambar tersebut mungkin bisa hidup atau tidak, distilir maupun tidak. Semua gambar makhluk hidup walaupun tidak lengkap hukumnya tetap haram.
Walhasil, gambar manusia dalam bentuk karikatur, komik, maupun batik yang distilir adalah haram, tanpa ada keraguan sedikitpun. Semua gambar makhluk bernyawa baik digambar secara gaya natural, surealik, kubik, maupun gaya-gaya yang lain adalah haram. Demikian juga, gambar potongan kepala, tangan manusia, sayap burung dan sebagainya adalah haram. Untuk itu, menggambar komik Sailormoon, Dragon Ball, Ninja Boy, Kunfu Boy, Samurai X, dan lain sebagainya adalah perbuatan haram.
Sedangkan proses mendapatkan gambar-gambar yang diperoleh dari proses bukan “menggambar”, misalnya dengan cara sablon, cetak, maupun fotografi, printing dan lain sebagainya, bukanlah aktivitas yang diharamkan. Sebab, fakta “menggambar dengan tangan secara langsung” dengan media tangan, kuas, mouse dan sebagainya (aktivitas yang haram), berbeda dengan fakta mencetak maupun fotografi. Oleh karena itu, mencetak maupun fotografi bukan tashwir, sehingga tidak berlaku hukum tashwir. Atas dasar itu stiker bergambar manusia yang diperoleh dari proses cetak maupun printing tidak terkena larangan hadits-hadits di atas.[2]
Gambar Untuk Anak Kecil
Adapun menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk anak kecil hukumnya adalah mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat patung untuk boneka dan mainan anak-anak.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata, “Aku bermain-main dengan mainan yang berupa anak-anakan (boneka). Kadang-kadang Rasulullah Saw mengunjungiku, sedangkan di sisiku terdapat anak-anak perempuan. Apabila Rasulullah Saw dateng, mereka keluar dan bila beliau pergi mereka datang lagi.” [HR. Bukhari dan Abu Dawud].
Dari ‘Aisyah dituturkan bahwa, Rasulullah Saw datang kepadanya sepulang beliau dari perang Tabuk atau Khaibar, sedangkan di rak ‘Aisyah terdapat tirai. Lalu bertiuplah angin yang menyingkap tirai itu, sehingga terlihatlah mainan boneka anak-anakannya ‘Aisyah. Beliau berkata, “Apa ini wahai ‘Aisyah?” ‘Aisyah menjawab, “Ini adalah anak-anakanku” Beliau melihat diantara anak-anakanku itu sebuah kuda-kudaan kayu yang mempunyai dua sayap. Beliau berkata, “Apakah ini yang aku lihat ada di tengah-tengahnya?” ‘Aisyah menjawab, “Kuda-kudaan.” Beliau bertanya, “Apa yang ada pada kuda-kuda ini?” ‘Airyah menjawab, “Dua sayap.” Beliau berkata, “Kuda mempunyai dua sayap?” ‘Aisyah berkata, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Sulaiman mempunyai kuda yang bersayap banyak?” ‘Aisyah berkata, “Maka tertawalah Rasulullah Saw sampai kelihatan gigi-gigi taring beliau.”[3]
Riwayat-riwayat ini menyatakan dengan jelas, bahwa boneka baik yang terbuat dari kayu maupun benda-benda yang lain boleh diperuntukkan untuk anak-anak. Dari sini kita bisa memahami bahwa membuat boneka manusia, maupun binatang yang diperuntukkan bagi anak-anak bukanlah sesuatu yang terlarang. Demikian juga membuat gambar yang diperuntukkan bagi anak-anak juga bukan sesuatu yang diharamkan oleh syara’. Ibnu Hazm berkata, “Diperbolehkan bagi anak-anak bermain-main dengan gambar dan tidak dihalalkan bagi selain mereka. Gambar itu haram dan tidak dihalalkan bagi selain mereka (anak-anak). Gambar itu diharamkan kecuali gambar untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang ada pada baju.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah).
3.    Doktrin Kebebasan Manusia
Pembuatan gambar-gambar atau patung merupakan salah satu bidang seni yang bisa mempertinggi kualitas jiwa, mengembangkan kecerdasan, dan juga merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa diabaikan begitu saja di masa kini. Tak pernah terdengar suara yang mengatakan bahwa Islam bertentangan dengan hal yang meninggikan jiwa dan mengembangkan kecerdasan, ataupun keinginan manusia untuk bergerak menuju perkembangan (kebudayaan dan peradaban). Bukankah Allah menciptakan manusia lalu menyempurnakannya. Untuk mencapai kesempurnaan itu, kita harus bergerak, tentunya dengan menghancurkan kejumudan dan stagnasi yang ada.
Bisa dibayangkan, seandainya Negara Islam impian para fundamentalis ekstrem itu berhasil berdiri dengan keharusan mengikuti berbagai syariatnya tanpa melihat situasi kekinian, selain akan timbul hipokrisi umat, kemampuan dan bakat para seniman (Muslim khususnya), akan ter-amputasi hanya karena beberapa cuil hadits pelarangan gambar makhluk hidup tadi, akan menjadikan kemampuan mereka mandul dan tidak bisa lagi bebas berkarya. Dan ini merupakan mimpi buruk menuju regresi.
Zaman sekarang, gambar tidak lagi memberikan efek negatif dahsyat menuju kekufuran. Malah bermunculan hal-hal lain yang lebih membahayakan tauhid. Maka, amatlah ironis jika perkara gambar masih diperselisihkan urgensi dan akibatnya sedangkan di sisi lain masalah-masalah yang berkaitan muamalah masih begitu banyak yang terbengkalai dan masih banyak masalah di sana-sini yang belum terselesaikan lantaran berbenturan dengan konteks kekinian yang menuntut adanya pembaruan.
Pembuatan gambar-gambar atau patung merupakan salah satu bidang seni yang bisa mempertinggi kualitas jiwa, mengembangkan kecerdasan, dan juga merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa diabaikan begitu saja di masa kini. Tak pernah terdengar suara yang mengatakan bahwa Islam bertentangan dengan hal yang meninggikan jiwa dan mengembangkan kecerdasan, ataupun keinginan manusia untuk bergerak menuju perkembangan (kebudayaan dan peradaban). Bukankah Allah menciptakan manusia lalu menyempurnakannya? (QS. Al-A’la ayat 2). Untuk mencapai kesempurnaan itu, kita harus bergerak, tentunya dengan menghancurkan kejumudan dan stagnasi yang ada.

4.    Imbas Dari kedua Doktrin
Kebebasan merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Oleh kita, terkadang kebebasan dimaknai sebagai perilaku seenaknya. Lahirlah semangat kebebasan nilai dan individualisme dalam diri kita. Padahal, kebebasan melahirkan tanggungjawab yang mengandaikan adanya hak dan kewajiban manusia itu sendiri. Selama ini Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi grand issue dan ideologi global yang dituntut, mengapa kita bersama tidak mempertanyakan kewajiban manusia. Pertanyaan itu diajukan, karena persoalan kewajiban manusia adalah problem filosofis yang harus dijawab dan disadari.
Manusia dalam pandangan tertentu didefinisikan berdasarkan keterhubungannya dengan Tuhan. Dan dari kerangka pemikiran ini pula, manusia dipahami segi kewajiban dan haknya[4]. Manusia pada dasarnya dapat dipandang sebagai makhluk Tuhan, dan dilain pihak manusia merupakan hasil dari alamnya. Maksudnya, manusia sebagai individu yang kongkrit merupakan produk dari masyarakat beserta budaya yang ada di dalamnya. Memandang dunia secara utuh merupakan salah satu tugas manusia. Karena sebagaimana kaum muslimin ketahui bahwa manusia memiliki tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fil ardli).
Sebagai khalifah, manusia berkewajiban memakmurkan bumi dengan cara memanfaatkan seluruh sumber daya alam bersama yang lainnya dalam prinsip kedamaian dan keadilan. Selain itu, manusia harus secara aktif mengaktualkan diri dalam rangka mengukuhkan eksistensi dirinya dan orang lain dengan cara bersilaturrahmi. Silaturrahmi inilah yang akan melahirkan kehidupan damai sebagaimana diajarkan Islam.
Pada segi lain, manusia dengan bebas mempunyai dan menetapkan suatu tujuan. Yang menjadi soal adalah bagaimana manusia menghayati eksistensinya dalam kebebasan dan bagaimana mengatasi paradoks yang dihayati manusia, agar ia mampu mencapai kebebasan eksistensi sebagai pribadi. Karena bagaimanapun kita diberikan kekuatan oleh Allah SWT untuk berkehendak dan berusaha (ikhtiar), namun di sisi lain, kita memiliki keterbatasan yang karenanya kita harus bertawakal.
Menurut Islam, manusia diberikan kebebasan menentukan pilihan hidup untuk kembali kepada eksistensi yang alamiah (pra-manusiawi), atau mengembangkan diri hingga mencapai eksistensi dirinya yang lebih manusiawi. Pilihan pertama berarti memperturutkan hawa nafsunya, sementara pilihan kedua berarti mengikuti hati nurani. Bagi agamawan, agama diturunkan untuk membimbing manusia agar sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk primordial yang sakral. Manusia dalam mengembangkan potensi nalar, nurani dan keimanannya menjadikan dirinya menjadi manusia seutuhnya (insan kamil). Karena itu, apabila sebagai manusia kita hanya memperturutkan nafsu ekonomi semata, lantas apa bedanya manusia dengan binatang.
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Mengutif gagasan tentang kebebasan dari Erich Fromm, ada lima kebutuhan yang harus mampu dipenuhi manusia dalam melahirkan kebebasan “barunya”, yaitu: pertama, keterbukaan (hubungan); ada kenyataan bahwa manusia hidup sendiri, kenyataan itu menyebabkan manusia merasa tidak mampu hidup sendiri. Sebagai akibatnya manusia dituntut untuk mencari ikatan-ikatan baru dengan orang lain, harus merasakan perasaan hubungan dengan orang lain.
Kedua, transendensi; erat hubungannya dengan hubungan manusia sesungguhnya harus melampaui peran pasif sebagai ciptaan, mengatasi sifat kebetulan dan pasifitas eksistensinya, dengan cara menjadi “pencipta”.
Ketiga, keberakaran; dimana manusia harus menemukan kembali akar dirinya sebagai manusia dan ikatan alamiah yang mendasar adalah ikatan anak terhadap ibunya.
Keempat, perasaan identitas; dari sinilah manusia sesungguhnya memerlukan identitas keluarga, budaya, ras sebagai rasa individualitasnya.
Kelima, kerangka orientasi; manusia adalah makhluk berpikir. Pikiran manusialah yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan suatu gambaran realitas yang objektif tentang dunia. Dengan itulah manusia mengembangkan dunianya menjadi nyata.
Kebebasan lahir dalam konteks kesadaran untuk memperoleh kebebasan diri (individu) dan menghargai kebebasan yang lain. Dalam hal ini kita bersama tentu memerlukan satu konsensus dalam bentuk aturan bersama yang ditaati dan mengikat semua orang. Dengan demikian kebebasan melahirkan apa yang disebut tanggung jawab. Tanggung jawab inilah yang akan melahirkan hak dan kewajiban manusia. Dalam Islam, hubungan kewajiban dan hak manusia merupakan masalah prinsip dan penerimaan akan prinsip ini mewarnai alam budaya dan intelektual Islam.
A.  Jenis lukisan (gambar) yang paling berat dosanya adalah gambar sesuatu yang disembah selain Allah. Ini menjadikan pelukisnya (pemahatnya) menjadi kafir apabila dia mengetahui tujuannya. Dalam hal ini gambar yang berbentuk itu lebih berat lagi dosanya dan pengingkaran kita terhadap-Nya. Juga setiap orang yang menyebarkan gambar itu atau mengagungkannya dengan cara apa pun, maka ia masuk ke dalam dosa itu sejauh keikutsertaannya.
B.  Tingkat yang kedua dalam besarnya dosa adalah orang yang menggambar sesuatu yang tidak untuk disembah, tetapi dimaksudkan untuk mengungguli ciptaan Allah SWT. Ini mendekati kekufuran dan dia berkait erat dengan niat orang yang menggambar.
C.  Satu tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang berbentuk yang tidak disembah, tetapi diagungkan. Seperti gambar raja-raja, para pemimpin dan selain mereka dari tokoh-tokoh yang diabadikan dengan patung dan dipasang di lapangan dan tempattempat lainnya. Di sini sama antara yang utuh satu badan atau setengah badan.
D.  Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang berbentuk untuk setiap yang bernyawa, yang tidak disucikan dan diagungkan. Ini disepakati haramnya, kecuali mainan anak-anak atau yang dipakai untuk permen.
E.   Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang tidak berbentuk, berupa lukisanlukisan yang diagungkan. Seperti lukisan para pengusaha, pemimpin dan lainnya, terutama yang ditempel atau digantung. Semakin kuat haramnya apabila mereka itu adalah orangMasyarakat Islam orang zhalim, fasik dan kafir, karena mengagungkan mereka berarti merobohkan Islam.
F.   Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang tidak berbentuk, mempunyai nyawa yang tidak diagungkan, tetapi sekedar untuk kemewahan. Seperti hiasan dinding, ini hukumnya makruh.
G.  Adapun gambar-gambar yang tidak bernyawa seperti pohon, kurma, lautan, kapal, gunung-gunung, awan dan sejenisnya dari pemandangan alam maka tidak berdosa bagi orang yang menggambarnya atau memasangnya, selama tidak mengganggu ketaatan atau tidak untuk kemewahan yang dimakruhkan.
H.  Adapun fotografi, pada dasarnya boleh, selama foto itu tidak diharamkan. Kecuali kalau sampai mengkultuskan seseorang, terutama dari orang-orang kafir atau fasik, Komunis dan para artis yang melecehkan nilai-nilai ajaran Islam.
I.     Terakhir, sesungguhnya patung-patung dan lukisan-lukisan yang diharamkan atau dimakruhkan, apabila diubah bentuknya atau dihinakan, maka berubah dari lingkup haram dan makruh ke lingkup halal. Seperti gambar-gambar di kain keset yang diinjak-injak oleh kaki dan sandal.























DAFTAR PUSTAKA


Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh Dr. Yusuf Qardhawi Cetakan Pertama Januari 1997 Citra Islami Press


Masyarakat Islam Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah Dr. Yusuf Qardhawi

Al-Qur’an terjemah

Shohih Muslim, Imam Muslim


[1] HR. Ahmad dengan isnad hasan
[2] Dr. Yusuf Qardhawi
[3] HR. Abu Dawud dan Nasa’i
[4] (S H Nasr, 2003)

Tidak ada komentar: