TEORI DAN MACAM-MACAM MODEL KURIKULUM
JURNAL
Dibuat
Dalam Rangka Memenuhi tugas Mata Kuliah
Pengembangan Kurikulum dan Evaluasi Pendidikan
Dosen
Pengampu: Dr. H. Darmuin, M.Ag dan Dr. Abdul Rohman,
M.Ag
Disusun Oleh :
Ali Anwar 1400018020
PROGRAM MAGISTER STUDI ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
TEORI
DAN MACAM-MACAM KURIKULUM
ALI
ANWAR (1400018020)
PROGRAM PENDIDIKAN ISLAM
PASCA SARJANA UIN WALISONGO
SEMARANG
TAHUN 2015
ABSTRAKSI
Kurikulum sebagai rancangan
pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan
dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak
bisa dilakukan tanpa memahami konsep dasar dari kurkulum. Pada penulisan ini
akan dibahas mengenai dasar-dasar kurikulum yang berkenaan dengan konsep,
istilah, tujuan, Teori, dan macam-macam model kurikulum.
Kata Kunci: Teori dan Macam-Macam Kurikulum.
PENDAHULUAN
Kurikulum berfungsi
sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah bagi pihak-pihak
yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti pihak guru,
kepala sekolah, pengawas, orang tua, masyarakat dan pihak siswa itu sendiri.
Selain sebagai pedoman, bagi siswa kurikulum memiliki enam fungsi, yaitu:
fungsi penyesuaian, fungsi pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi
persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik.
Adapun pentingnya peran
dan fungsi kurikulum memang sudah sangat disadari dalam sistem pendidikan
nasional. Ini dikarenakan kurikulum merupakan alat yang krusial dalam
merealisasikan program pendidikan, baik formal maupun non formal , sehingga
gambaran sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam kurikulum tersebut.
Dengan kata lain, sistem kurikulum pada hakikatnya adalah sistem pendidikan itu
sendiri. Untuk itu penguasaan terhadap konsep dasar kurikulum sangat penting
khususnya dalam pengimplementasian guna
mencapai tujuan-tujuan pendidikan itu sendiri.
PEMBAHASAN
Pengertian Kurikulum
Istilah
kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni curriculum
yang mempunyai pengertian a running course atau sebuah perjalanan
mata pelajaran. Berdasarkan hal ini, istilah kurikulum kemudian diadaptasikan
kedalam dunia pendidikan dan diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal hingga akhir program demi
memperoleh ijazah.
Kurikulum adalah
seperangkat rencana pembelajaran dan program pendidikan yang bersifat
menyeluruh yang disusun dengan berbagai landasan dan rekonstruksi pengetahuan
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan-tujuan dalam pendidikan.
Adapun S
Nasution, dikutip oleh Asep Jihad (2008: 2) mendefinisikan kurikulum adalah
suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar dibawah
bimbingan dan tanggung jawab sekolah. Selanjutnya Saylon J. Galen dan William
N. Alexander yang dikutip Asep Jihad (2008: 1)
mendefinisikan kurikulum adalah keseluruhan usaha sekolah untuk
mempengaruhi belajar baik berlangsung di kelas, dihalaman maupun luar sekolah.
Pendapat ini mengemukakan tafsiran kurikulum dalam arti luas, dimana kurikulum
tidak hanya terdiri atas mata pelajaran (courses),
tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab
sekolah. Sesuai dengan pendapat ini, berbagai kegiatan di luar kelas (yang
dikenal dengan ekstrakurikulum) sudah tercakup dalam pengertian kurikulum. Oleh
karena itu tidak ada pemisah antara intra dan ektstrakurikulum.
Menurut Ralp
Tyler (1949), mendefinisikan kurikulum adalah semua pelajaran-pelajaran murid
yang direncanakan dan dilakukan oleh pihak sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikannya (Asep Jihad, 2008: 1). Berdasarkan pengertian tersebut, Inti dari
kurikulum menurut Tyler (1949) adalah suatu jawaban secara menyeluruh terhadap
beberapa pertanyaan berikut ini: 1) Tujuan-tujuan apa dan maksud-maksud apa
yang hendak dicapai oleh sekolah? 2) Kesempatan-kesempatan belajar apa yang
dipilih agar terjadi perubahan tingkah laku sesuai dengan harapan? 3) Bagaimana
unsur-unsur belajar disusun? 4) Bagaimana penilaian untuk mengetahui
keberhasilannya? Jika keempat jawaban pertanyaan itu telah terjawab, itulah
yang dimaksud dengan kurikulum (Yuli Kwartolo 2002: 107).
Selanjutnya
dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan kata lain, kurikulum dapat
diartikan sebagai program pengajaran suatu jenjang pendidikan. Dari
definisi-definisi diatas dapat dirumuskan bahwa kurikulum merupakan kegiatan dan
pengalaman belajar yang dirumuskan, direncanakan, dan diorganisir untuk
dilakukan dan dialami oleh anak didik baik di dalam maupun di luar sekolah agar
dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan
isinya kurikulum dipandang sebagai kurikulum tradisional dan kurikulum modern.
Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh atau diajarkan, seperti: silabus dan program pengajaran suatu
mata pelajaran. Sejalan dengan hal ini, Menurut A. Glatthom (1987) yang dikutip
oleh Asep Jihad, mengemukakan kurikulum ialah rencana yang dibuat untuk
membimbing dalam belajar disekolah, yang biasanya meliputi dokumen, level
secara umum, dan aktualisasi dari rencana-rencana itu dikelas, sebagai
pengalaman murid, yang telah dicatat dan ditulis oleh seorang ahli pengalaman
tesebut ditempatkan dalam lingkungan belajar yang juga mempengaruhi apa yang
dipelajari (Asep Jihad 2008: 3).
Dalam
pandangan modern, kurikulum tidaklah terbatas atau rencana tertulis. Isi dari
dokumen atau rencana tertulis tersebut (kurikulum) adalah pernyataan mengenai
kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu
keterlibatan dan pengalaman belajar dalam pengimplementasian kurikulum,
kualitas output peseta didik, kualitas bahan/konten pendidikan yang harus
diikuti atau dipelajari oleh mahasiswa, kualitas proses pendidikan yang harus
dialami oleh peserta didik. Kurikulum dalam bentuk dokumen ini merupakan fokus
utama dalam setiap proses pengembangan kurikulum karena ia mengambarkan ide
(pemikiran) para pengambil keputusan dan dasar bagi pengembangan dan
penyempurnaan kurikulum selanjutnya.
Realisasi
dari kurikulum berbentuk dokumen tertulis ini adalah pengimplementasiannya pada suatu lembaga pendidikan berupa pengalaman
belajar yang dialami peserta didik seperti yang direncanakan secara tertulis
yang dikembangkan oleh pendidik atau guru itu sendiri didalam kelas maupun
diluar kelas. Sehingga, jika pengalaman belajar ini menyimpang dari rencana
tertulis, maka hasil belajar yang diperoleh peserta didik tidak dapat dikatakan
sebagai hasil dari kurikulum.
Adanya rancangan atau
kurikulum formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan disekolah. Dengan
kata lain, kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah. Jika
kurikulum merupakan syarat mutlak, hal itu berarti bahwa kurikulum merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran.
Kurikulum mempunyai
kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Menurut Mauritz Johnson
(Nana Syaodih Sukmadinata, 1988:4), kurikulum “prescribes (or at least
anticipates) the result of instruction”. Kurikulum mengarahkan segala
bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Namun
demikian kurikulum bukanlah segala-galanya, artinya tercapainya tujuan
pendidikan bukan sepenuhnya dari kurikulum itu sendiri, karena kurikulum yang
baik jika dipegang oleh guru yang tidak baik maka hasilnya tidak akan baik,
pendidik (guru) juga menentukan berhasil dan tidaknya pencapaian tujuan pendidikan
disekolah.
Tujuan Kurikulum
Tujuan pendidikan nasional secara eksplisit dapat
dijabarkan sebagai upaya membentuk manusia yang mempunyai sifat; (1) cerdas,
(2) iman dan taqwa, (3) berbudi pekerti luhur, (4) berpengetahuan dan
keterampilan, (5) sehat jasmani dan rohani, (6) berkepribadian mantap dan
mandiri, (7) dan bertanggung jawab. Berbagai karakteristik tersebut masih
bersifat universal, dan perlu diterjemahkan kedalam rumusan yang operasional
dan terkait dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Wujud nyata dari setiap
karakteristik tersebut akan berbeda dalam suatu tingkat perkembangan masyarakat
dan tingkat pendidikan. Karena itu dalam menterjemahkan karakteristik tersebut
kedalam rumusan wujud kemampuan, nilai, dan sikap yang dapat dijadikan rujukan
dalam proses perencanaan kurikulum perlu dipahami tingkat dan arah perkembangan
masyarakat Indonesia.
Dalam era globalisasi ini memiliki maknanya adalah
berlakunya berbagai ukuran dan aturan internasional dalam segala bidang
kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan
tehnologi, komunikasi/transportasi bahkan kehidupan keagamaan. Adapun yang perlu kita wujudkan di Indonesia
dapatlah kiranya kita sampai kepada identifikasi kemampuan, nilai dan sikap
yang perlu dikuasai dan dimiliki manusia terdidik Indonesia yaitu:
1. Memiliki
kemampuan, nilai dan sikap yang memungkinkannya berpartisipasi secara aktif dan
cerdas dalam proses politik;
2. Memiliki
kemampuan, etos kerja, dan disiplin kerja yang memungkinkannya dapat secara aktif
dan produktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ekonomi;
3. Memiliki
kemampuan dan sikap ilmiah untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi melalui kemampuan penelitian dan pengembangan,
4. Memiliki
kepribadian yang mantap, berkarakter dan bermoral, serta berakhlak mulia.
(Soejarto
2004: 94)
Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Sariono (2013: 2) dimana kurikulum menyiapkan peserta didik dalam menghadapi
tantangan-tantangan dimasa depan. Kurikulum tidak cukup hanya dengan
mengarahkan peserta didik pada penguasaan materi pembelajaran (content
oriented) saja, tetapi perlu dikembangkan dengan berorientasi kepada
kehidupan peserta didik dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Peranan
Kurikulum
Sebagai program pendidikan yang
telah direncanakan secara sistematis, kurikulum mengemban peranan yang sangat
penting bagi pendidikan siswa. Apabila dianalisis sifat dari masyarakat dan
kebudayaan, dengan sekolah sebagai institusi sosial dalam melaksanakan
operasinya, maka dapat ditentukan paling tidak tiga peranan kurikulum yang
sangat penting, yakni peranan konservatif, peranan kritis atau evaluatif dan
peranan kreatif. Ketiga peranan inni sangat penting dan perlu dilaksanakan
secara seimbang.
Peranan
konservatif, salah satu tanggung jawab kurikulum
adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial pada generasi muda. Hal
ini menekankan bahwa kurikulum itu dapat dijadikan sebagai sarana untuk
mentrasmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan
dengan masa kini kepada generasi muda. Dengan demikian, sekolah sebagai suatu
lembaga sosial dapat memengaruhi dan membina tingkah laku siswa sesuai dengan
berbagai nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan
pendidikan sebagai suatu proses sosial. Dalam mentransmisikan dan menafsirkan
warisan sosial pada generasi muda, disinilah peran seorang guru. Keberhasilan
implementasi kurikulum bergantung pada kemampuan seorang guru, karena guru
adalah perencana, pelaksana, dan pengemban kurikulum bagi kelasnya. Sekalipun
guru tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep kurikulum, gurulah penerjemah dari
pusat. Gurulah yang mengolah, meramu kembali kurikulum sehingga peranan guru
sangat penting dalam kemajuan pendidikan dalam hal ini metransmisikan
nilai-nilai warisan social terhadap generasi muda.
Peranan
Kritis atau Evaluatif, Kebudayaan senantiasa berubah dan
bertambah. Sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melaikan juga
mnilai dan memilih berbagai unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam hal
ini, kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan membri
penekanan pada unsur berpikir kritis. Niai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi
dengan keadaan dimasa mendatang dihilangkan, serta diadaka modifikasi atau
perbaikan. Dengan deikian, kurikulum harus merupakan pilihan yang tepat atas
dasar kriteria tertentu.
Peranan
Kreatif, Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan
kreatif dan konstruktif, dalam artian menciptakan dan menyusun suatu hal yang
baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa sekarang dan masa mndatang.
Untuk membantu setiap individu dalam mengembangkan semua poteni yang ada
padanya, maka kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berpikir,
kemampuan, dan keterampilan yang baru, yang memberikan manfaat bagi mayarakat.
Ketiga peran kurikulum tersebut
harus berjalan secara seimbang, atau dengan kata lain terdapat keharmonisan
iantara ketinganya. Dengan demikian, kurikulum dapat memenuhi.
Teori Kurikulum
Teori merupakan suatu perangkat
pernyataan yang bertalian satu sama lain, yang disusun sedemikian rupa sehingga
memberikan makna yang fungsional terhadap serangkaian kejadian. Perangkat
pernyataan tersebut dirumuskan dalam bentuk definisi deskriptif atau fungsional,
suatu konstruksi fungsional, asumsi-asumsi, hipotesis, generalisasi, hukum,
atau term-term. Isi rumusan-rumusan tersebut ditentukan oleh lingkup
dari rentetan kejadian dicakup, jumlah pengetahuan empiris yang ada, dan
tingkat keluasan dan kedalaman teori dan penelitian di sekitar
kejadian-kejadian tersebut.
Kalau konsep-konsep itu diterapkan dalam
kurikulum, maka dapatlah dirumuskan tentang teori kurikulum, yaitu sebagai
suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah.
Makna tersebut terjadi karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan
evaluasi kurikulum. Bahan kajian dari teori kurikulum adalah hal-hal yang
berkaitan dengan penentuan keputusan, penggunaan, perencanaan, pengembangan,
evaluasi kurikulum, dan lain-lain.
Menurut Bobbit, inti
teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia
meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan
pekerjaan. Pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut
dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat
terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya
maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut
penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu.
Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada
serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta
pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori
kurikulum.
Perkembangan teori
kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai
ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika Serikat
(Tennessee, Alabama, Florida dan Virginia), ia mengembangkan konsep kurikulum
yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka
Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan
kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru, berpartisipasi dalam
menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum,
dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi,
menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
Ralph W. Tylor (1949)
sebagaimana dikutip Sukmadanata mengemukakan empat pertanyaan pokok yang
menjadi inti kajian kurikulum: 1) Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin
dicapai oleh sekolah? 2) Pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus
disediakan untuk mencapai tujuan tersebut? 3) Bagaimana mengorganisasikan
pengalaman pendidikan tersebut secara efektif? 4) Bagaimana kita menentukan
bahwa tujuan tersebut telah tercapai?.
Beauchamp merangkumkan
perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan 1965. la
mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi, yaitu:
landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum,
evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.
Thomas L. Faix (1966)
menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari biologi,
sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum
dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya.
Ada sejumlah pertanyaan
yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik dari
pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenornena kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan
itu menyangkut: (1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum, (2) sistem
kurikulum, (3) unit analisis dan unsur-unsurnya, (4) struktur sistem
kurikulum, (5) fungsi sistem kurikulum, (6) proses kurikulum, dan (7) prosedur
analisis struktural-fungsional.
Alizabeth S. Maccia
sebagaimana dikutip Sukamadanata dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya
empat teori kurikulum, yaitu: (1) teori kurikulum, (2) teori kurikulum-formal,
(3) teori kurikulum evaluasional, dan (4) teori kurikulum praksiologi.
Mauritz Johnson (1967)
membedakan antara kurikulum dengan proses pengembangan kurikulum. Kurikulum
merupakan hasil dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi sistem pengembangan
bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum merupakan seperangkat tujuan
belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan
dengan kegiatan. Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar
anak menjadi bagian dari pengajaran.
Sukmadanata mengemukakan tiga unsur
dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak, dan pelaksanaan. Aktor adalah
orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum. Artifak adalah isi dan
rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara aktor yang
melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga langkah;
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Kata kurikulum, berasal dari bahasa
Latin (Yunani), yakni cucere yang berubah menjadi kata benda curriculum.
Kurikulum, jamaknya curicula, pertama kali dipakai dalam dunia atletik.
Dalam dunia atletik, kurikulum diartikan
a race course, a place for running a chariot. Suatu jarak
untuk perlombaan yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Sedangkan a
chariot diartikan semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat
yang membawa seseorang dari start sampai finish.
Perkembangan lebih lanjut, kurikulum
dipakai juga dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan, kurikulum
mempunyai arti sebagai berikut:
Kurikulum dalam arti sempit atau tradisional
Dalam arti sempit atau tradisional,
kurikulum sebagai a course, as a specific fixed course of study, as
in school or college, as one leading to a degree. Dalam pengertian ini,
kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran di sekolah atau di perguruan
tinggi yang harus ditempuh untuk mendapatkan ijazah atau naik tingkat.
Carter V. Good mengemukakan pengertian
kurikulum adalah a systematic group of course or subject required for
graduation in major field of study. Kurikulum merupakan sekumpulan
mata pelajaran atau sekwens yang bersifat sistematis yang diperlukan untuk
lulus atau mendapatkan ijazah dalam bidang studi pokok tertentu. Robert Zaiz
berpendapat curriculum is a resources of subject matters to be mastered. Kurikulum
adalah serangkaian mata pelajaran yang harus dikuasai.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan
bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang disajikan guru kepada siswa
untuk mendapatkan ijazah atau naik tingkat. Pengertian kurikulum ini, saat
sekarang, sama dengan “rencana pelajaran di sekolah, yang disajikan guru kepada
murid.” Arieh Levy mengemukakan, kurikulum semacam ini, tidak lebih dari daftar
singkat mengenai sasaran dan isi pendidikan yang diajarkan di sekolah atau
program silabus atau pokok bahasan yang akan diajarkan.
Dalam hubungan ini, Paul Langrand
mengemukakan, kurikulum seperti di atas mempunyai kaitan hanya sedikit pada
kehidupan, terlepas dari kenyataan yang konkret, sehingga terjadi jurang antara
pengalaman dan pendidikan, dan tidak adanya segala macam bentuk tanya jawab
atau keikut-sertaan murid di dalam proses pendidikan.
Kurikulum dalam arti luas atau
modern
Kurikulum dalam pengertian ini bukan
sekedar sejumlah mata pelajaran, tetapi mempunyai cakupan pengertian yang lebih
luas. Yakni, sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan.
Pendapat para ahli di
bawah ini mencerminkan pengertian kurikulum di atas, antara lain:
1) Ronald
Doll mengemukakan bahwa kurikulum ... all the experiences which are offered
to learners under the auspices or direction of the school. Kurikulum
meliputi semua pengalaman yang disajikan kepada murid di bawah bantuan
atau bimbingan sekolah.
2) William
B. Ragan mengartikan kurikulum ... all the experiences of children for which
the school accepts responsibility. Kurikulum adalah semua pengalaman
murid di bawah tanggung jawab sekolah.
3) Harold
B. Alberty dan Elsie J. Alberty mendefinisikan kurikulum all of the
activities that are provided for student by the school constitute, its
curriculum. Kurikulum adalah segala kegiatan yang dilaksanakan sekolah
bagi murid-murid.
Dari sejumlah pendapat di atas dapat
disimpulkan, kurikulum adalah semua pengalaman, kegiatan, dan pengetahuan murid
di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau guru. Pengertian kurikulum
ini memberikan implikasi pada program sekolah bahwa semua kegiatan yang
dilakukan murid dapat memberikan pengalaman belajar. Kegiatan-kegiatan tersebut
dapat meliputi kegiatan di dalam kelas. Misalnya, kegiatan dalam mengikuti
proses belajar mengajar (tatap muka), praktek keterampilan, dan sejenisnya,
atau kegiatan di luar kelas, seperti kegiatan pramuka, wisata karya, kunjungan
ke tempat-tempat wisata/sejarah, peringatan hari-hari besar nasional dan
keagamaan, dan sejenisnya. Bahkan, semua kegiatan yang berhubungan dengan
pergaulan antara murid dengan guru, murid dengan murid, murid dengan petugas
sekolah, dan pengalaman hidup murid sendiri. Tegasnya, pengertian kurikulum ini
mengandung cakupan yang luas, karena meliputi semua kegiatan murid, pengalaman
murid, dan semua pengaruh, baik fisik maupun non fisik terhadap pertumbuhan dan
perkembangan murid.
Kurikulum dalam pengertian rencana belajar bersamaan
arti dengan pengajaran.
Artinya, kurikulum itu banyak berkaitan dengan
rencana dan cita-cita yang ingin dicapai, sedangkan pengajaran terletak pada
perwujudan atau pelaksanaan rencana itu dalam kegiatan belajar-mengajar. Itulah
sebabnya, pengembangan kurikulum sama artinya dengan pengembangan pengajaran.
Perbedaan kurikulum dengan pengajaran terletak bukan pada implementasinya, melainkan
pada keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan tujuan, isi, dan metode
yang lebih luas, sedangkan yang lebih sempit menjadi tugas pengajaran. Dengan
kata lain, kurikulum berhubungan dengan apa yang ingin dicapai (tujuan),
sedangkan pengajaran berkaitan dengan bagaimana mencapai tujuan itu (prosedur).
Perbedaan tersebut mengakibatkan
perbedaan pendekatan terhadap persoalan keduanya. Persoalan kurikulum dapat
dipecahkan atas dasar nilai, sedangkan persoalan pengajaran dapat dipecahkan
melalui pendekatan empirik.
Olivia menunjukkan
kemungkinan hubungan antara kurikulum dengan pengajaran, sebagai berikut:33
1)
Model
dualistis menggambarkan kurikulum dan pengajaran terpisah. Perencanaan dan
pelaksanaan tidak serasi keduanya dapat dilukiskan dalam bagan berikut:
Kurikulum Pengajaran
2) Model
berkaitan menggambarkan bagian-bagian esensial yang terpadu. Hubungan tersebut
dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Kurikulum Pengajaran
3)
Model
konsentris menggambarkan kurikulum berhubungan dengan pengajaran, dengan
kemungkinan kurikulum dalam pengajaran atau pengajaran di dalam kurikulum, yang
satu menjadi subsistem yang lain, atau yang satu bergantung pada lainnya
Kurikulum Pengajaran
Pengajaran Kurikulum
4)
Model
siklus melukiskan hubungan timbal balik antara kurikulum dan pengajaran,
keduanya saling mempengaruhi. Keputusan kurikulum mendahului keputusan
pengajaran. Sebaliknya, keputusan pengajaran akan mempengaruhi peningkatan
kurikulum (sesudah evaluasi). Hubungan keduanya dapat digambarkan pada bagan
berikut:
Kurikulum Pengajaran
Betapapun ragamnya
pengertian kurikulum, sebagaimana dijelaskan di atas, namun pada hakikatnya,
kurikulum itu adalah alat/sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini,
seperti dikemukakan John S. Brubacher whatever its name, it discribes the
ground which pupil and teacher cover to reach the goal of education.
Sumber Pengembangan Kurikulum
Dari kajian sejarah
kurikulum, kita mengetahui beberapa hal yang menjadi sumber atau landasan inti
penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari kehidupan
dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan
orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang
dewasa. Para pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis
pekerjaan dan kehidupan orang dewasa.
Dalam pengembangan
selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi semua unsur kebudayaan. Manusia
adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut
menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus
mempelajari budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini
mencakup semua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar,
nilai-nilai adat-istiadat, perilaku, benda-benda, dan lain-lain.
Sumber lain penyusunan
kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran, yang belajar adalah
anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada anak, melainkan
menumbuhkan potensi-potensi yang telah ada pada anak. Anak menjadi sumber
kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap
anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta
minat siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari kebutuhan-kebutuhan
siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.
Terakhir yang menjadi
sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di Amerika Serikat
pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum
adalah board of local education yang mewakili negara bagian. Di
Indonesia, pemegang kekuasaan sosial politik dalam penentuan kurikulum adalah
Menteri Pendidikan Nasional yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama
dengan Balitbang Diknas atau kalau di Departemen Agama dalam pelaksanaannya
dilimpahkan kepada Direktur Pendidikan Madrasah dan Ditperta atau Dirjen Pendidikan
Islam yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Agama. Dengan adanya
Disentralisasi, maka disinilah masing-masing lembaga atau daerah mempunyai
otoritas dalam penyusunan kurikulum.
Macam-Macam Model Konsep Kurikulum
Di dalam kurikulum John D. Neil mengemukakan empat
macam konsep, yaitu: kurikulum akademis, humanistis, rekonstruksi sosial dan
teknologi.
Konsep Kurikulum Akademik
Kurikulum akademis ini merupakan model
yang pertama dan tertua, sejak sekolah berdiri kurikulumnya seperti ini, bahkan
sampai sekarang walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak
dapat melepaskan tipe ini. Karenya sangat praktis, mudah disusun dan mudah
digabungkan dengan tipe-tipe lain.
Kurikulum akademis bersumber dari
pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang
berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah
ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan
mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih
mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah berusaha menguasai ilmu
sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang
menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau
disiapkan oleh guru.
Isi pendidikan diambil dari setiap
disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli, masing-masing telah
mengembangkan ilmu secara sistematis, logis dan solid. Para guru dan pengembang
kurikulum tidak perlu susah payah menyusun dan mngembangkan bahan sendiri.
Mereka tinggal memilih bahan materi ilmu yang telah dikembangkan para ahli
disiplin ilmu, kemudian mereorganisasikan secara sistimatis, sesuai dengan
tujuan pendidikan dan tahap perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Guru
sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan penting. Mereka harus menguasai
semua pengetahuan yang ada dalam kurikulum. Ia harus menjadi ahli dalam
bidang-bidang studi yang diajarkan. Lebih jauh guru dituntut bukan hanya
menguasai materi pendidikan, tetapi ia juga menjadi model bagi para siswanya. Apa
yang disampaikan dan cara penyampaiannya harus menjadi bagian dari pribadi
guru. Guru adalah yang digugu dan ditiru (diikuti dan dicontoh).
Karena Kurikulum akademis sangat
mengutamakan pegetahuan, maka pendidikannya lebih bersifat intelektual.
Kurikulumnya tidak hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam
perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang
dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada segi apa
yang dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut.
Jerome Bruner dalam The Process of
Education sebagaimana di kutip S. Nasution menyarankan bahwa desain
kurikulum hendaknya didasarkan atas struktur disiplin ilmu. Selanjutnya, ia
menegaskan bahwa kurikulum suatu mata pelajaran harus didasarkan atas pemahaman
yang mendasar yang dapat diperoleh dari prinsip-prinsip yang mendasarinya dan
yang memberi struktur kepada suatu disiplin ilmu.
Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam
perkembangan kurikulum akademis: Pertama, adalah melanjutkan pendekatan
struktur pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji
fakta-fakta dan bukan sekedar mengingatnya. Kedua, adalah studi yang
bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respons terhadap perkembangan
masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih komprehensif
terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan
pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema
pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan
probema-problema yang ada. Ketiga, pendekatan yang dilaksanakan pada
sekolah-sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata pelajaran
dengan menekankan membaca, menulis dan memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi.
Kurikulum Humanistik
Dalam pandangan humanisme, kurikulum
adalah sesuatu yang dapat menunjang perkembangan anak dalam aspek
kepribadiannya. Kurikulum dapat dilihat sebagai suatu proses yang mampu
memenuhi kebutuhan individu untuk mencapai integrasi perkembangan dalam menuju
aktualisasi (perwujudan) diri.
Pengikut dalam aliran ini meliputi
pendidikan Konfluen, Kritisi Radikal, Mistisi Baru. Pendidikan konfluen adalah
pendidikan yang memandang anak sebagai satu keseluruhan diri. Kritisi Radikal
adalah pendidikan yang bersumber dari aliran Naturalisme atau Romantisme, yang
menekankan pendidikannya pada upaya untuk membantu anak menentukan dan
mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya, dan menciptakan situasi
yang memungkinkan anak berkembang secara optimal. Mistikisme Modem adalah
aliran yang menekankan pada latihan dan kepekaan, perasaan, dan keluhuran budi
pekerti, atau menemukan nilai-nilai dalam latihan sensitivitas, meditasi, atau
teknik transpersonal lainnya.
Kurikulum humanistik bertolak dari
asumsi bahwa anak adalah pertama dan utama dalam pendidikan. Anak adalah subyek
yang menjadi sentral aktivitas pendidikan. Anak memiliki sejumlah potensi,
kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang sendiri. Para pendidik humanis berpegang
juga pada konsep Gestalt. Artinya, anak merupakan satu kesatuan yang
menyeluruh. Pendidikan diarahkan pada pembinaan yang utuh, bukan pada aspek
fisik atau intelektual belaka, melainkan juga pada segi afektif (emosi,
perasaan, nilai, dan sejenisnya).
Bertolak dari asumsi di atas, kurikulum
Humanisme menekankan pada pendidikan yang integratif (menyeluruh) antara aspek
afektif (emosi, sikap, dan nilai) dengan aspek kognitif (pengetahuan dan
kecakapan intelektual). Atau dengan kata lain, kurikulum ini menambahkan aspek
emosional ke dalam kurikulum yang berorientasi pada subject matter (mata
pelajaran).
Kurikulum Rekonstruksi Sosial.
Kurikulum Rekonstruksi Sosial ini lebih menekankan
pada problem-problem yang dihadapi murid dalam kehidupan masyarakat. Konsepsi
kurikulum ini mengemukakan bahwa pendidikan bukanlah merupakan upaya sendiri,
melainkan merupakan kegiatan bersama, interaksi, dan kerja sama. Interaksi atan
kerja sama dapat terjadi pada siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa
dengan orang di lingkungannya. Dengan kerja sama semacam ini, para siswa
berusaha memecahkan problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat agar menjadi
masyarakat yang lebih baik.
Pendidikan, menurut konsepsi kurikulum
rekonstruksi sosial ini memiliki pengaruh, mengubah, dan memberi corak baru
kepada masyarakat dan kebudayaan.
Kurikulum Teknologi
Dalam pandangan teknologi, kurikulum
merupakan proses teknologi untuk menghasilkan tuntutan kebutuhan-kebutuhan
tenaga yang mampu membuat keputusan.
Penerapan teknologi dalam pendidikan,
khususnya kurikulum meliputi dua bentuk, yakni; bentuk perangkat lunak (software)
dan perangkat keras (handware). Penerapan teknologi perangkat keras
dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tulls technology),
sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system
technology).
Teknologi pendidikan dalam arti
teknologi alat, lebih menekankan penggunaan alat-alat teknologi untuk menunjang
efisiensi dan efektivitas pendidikan. Dalam kurikulumnya mengandung rencana-rencana
penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran yang banyak
melibatkan penggunaan alat. Contoh model dari pengajaran tersebut adalah
pengajaran berprograma, mesin pengajaran, pengajaran modul, pengajaran dengan
bantuan alat komputer, dan pengajaran dengan pendekatan sistem.
Dalam arti teknologi sebagai sistem,
teknologi pendidikan menekankan penyusunan program atau rencana pelajaran
dengan menggunakan sistem. Program pengajaran tersebut bisa semata-mata sistem,
dapat juga berupa program sistem yang ditunjang dengan alat dan media, serta
bisa juga program sistem yang dipadukan dengan alat dan media pengajaran. Pada
bentuk pertama, pengajaran tidak membutuhkan alat dan media yang canggih.
Sedangkan pada bentuk kedua, pengajaran tetap berjalan, meski tanpa alat dan
media yang canggih, tetapi lebih baik jika alat dan media itu disediakan.
Bentuk ketiga, pengajaran tidak berjalan tanpa alat dan media yang canggih.
Karena itu, alat dan media sebagai syarat yang berpadu dengan program.
Dengan teknologi diusahakan terjadinya
proses belajar mengajar, terutama dalam teknik mengajar dapat dikuasai
sepenuhnya sehingga dapat menjamin hasil yang sama. Teknologi pendidikan
memberikan dasar ilmiah dan empirik kepada proses belajar mengajar. Pengetrapan
teknologi telah dikenal dalam kurikulum 1975, setiap guru diharuskan
menggunakan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), Pengajaran
Modul, Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTANAS), dan Sistem Penerimaan Mahasiswa
Baru (SIPENMARU), belajar-mengajar berbasis internet dan lain sebagainya.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurikulum
adalah seperangkat rencana pembelajaran dan program pendidikan yang bersifat
menyeluruh yang disusun dengan berbagai landasan dan rekonstruksi pengetahuan
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan-tujuan dalam pendidikan. Kurikulum tidaklah terbatas atau rencana tertulis. Realisasi
dari kurikulum berbentuk dokumen tertulis ini adalah pengimplementasiannya pada
suatu lembaga pendidikan berupa pengalaman belajar yang dialami peserta didik
seperti yang direncanakan secara tertulis.
Teori adalah suatu
perangkat pernyataan yang bertalian satu sama lain, yang disusun sedemikian
rupa sehingga memberikan makna yang fungsional terhadap serangkaian kejadian.
Cakupan teori kurikulum meliputi: konsep kurikulum, penentuan kurikulum,
pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi dan evaluasi kurikulum.
Teori kurikulum adalah
suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah,
makna tersebut terjadi karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan
evaluasi kurikulum. Bahan kajian dari teori kurikulum adalah hal-hal yang berkaitan
dengan penentuan keputusan, penggunaan, perencanaan, pengembangan, dan evaluasi
kurikulum.
Kurikulum adalah
seperangkat aturan yang harus dilalui oleh murid, pengalaman, kegiatan, dan
pengetahuan murid di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau guru untuk
mencapai suatu jenjang tertentu (ijazah). Kurikulum juga merupakan suatu
rencana pendidikan, pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan
isi, serta proses pendidikan.
Empat macam model
konsep kurikulum, yaitu: kurikulum akademik, humanik, rekonstruksi-sosial dan
teknologik
2.
Saran
Adapun
saran dari penulis berdasarkan pembahasan diatas, yakni:
1.
Setiap
guru merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula
memahami seluk beluk kurikulum.
2.
Dalam
pelaksanaan kurikulum, kesiapan guru merupakan hal yang paling penting. Untuk
itu pelatihan, pembinaan, pengawasan, dan evaluasi
terhadap kesiapan dan kompetensi guru perlu dilakukan secara terus-menerus
sehingga mampu membawa perubahan yang diamanatkan dalam kurikulum tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Alberty,
Harold B and Elsie J. AlBerty. Reorganizing the High School Curriculum,
3rd ed. t.tp.: The Macmllan Company, 1952.
Azia,
Robert S. Curriculum Principes and Foundation. t.tp.: Harper & Row
Publisher, 1976. Azra, Azzumardi. Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan
Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1998.
Beauchamp,
George A. Curriculum Theory. Wilmette, Illinois: The KAGG Press, 1975
Brubacher, John S. Modern Philosophies of Education, 4th ed.
t.tp.: Tata McGraw Hill Publishing Company, 1978.
Carter V. Good. Dictionary
of Education. t.tp.: McGraw-Hill a Book Company, 1959.
Dimyanti
& Mudjiono. 2013. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Doll,
Ronald C. Curriculum Improvement : Decision Making and Process. Boston:
Allyn and Bacon, Inc., 1974.
Franklin,
Babbit. The Curriculum. Boston: Hounghton Mifflin, 1918.
Hamalik,
Oema. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Mandar Maju, 1991.
Hamalik, Oemar. 2011. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.
Bandung: Remaja
Historis).
Bandung: Muli Pressindo
Jihad,
Asep. (2008). Pengembangan Kurikulum Matemaika (Tinjauan Teoritis dan
Langgulung,
Hasan. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologik dan Pendidikan.
Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989.
Nasution, S. Azas-azas
Kurikulum. Bandung: Jemmars, 1982.
Neil,
John D. Curriculum A Comprehensive Introduction. A Division of Scott
Foresman and Company, 1980.
Rosdakarya.
Sukmadanata,
Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000.
Syarif, A.
Hamid. Pengembangan Kurikulum. Surabaya: Bina Ilmu, 1996.
Taba,
Hilda, Curriculum Development: Theory and Practices. New York: Harcourt,
Brace and World, Inc., 1962.
Undang-Undang
No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Armas Duta
Jaya, 1990.