Selasa, 14 Juli 2015

JURNAL TEORI DAN MACAM-MACAM MODEL KURIKULUM



TEORI DAN MACAM-MACAM MODEL KURIKULUM

JURNAL
Dibuat Dalam Rangka Memenuhi tugas Mata Kuliah
Pengembangan Kurikulum dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu:  Dr. H. Darmuin, M.Ag dan Dr. Abdul Rohman, M.Ag
 









Disusun Oleh :
Ali Anwar 1400018020



PROGRAM MAGISTER STUDI ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015

 


TEORI DAN MACAM-MACAM KURIKULUM
ALI ANWAR (1400018020)
PROGRAM PENDIDIKAN ISLAM
PASCA SARJANA UIN WALISONGO SEMARANG
TAHUN 2015
ABSTRAKSI
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa memahami konsep dasar dari kurkulum. Pada penulisan ini akan dibahas mengenai dasar-dasar kurikulum yang berkenaan dengan konsep, istilah, tujuan, Teori, dan macam-macam model kurikulum.
Kata Kunci: Teori dan Macam-Macam Kurikulum.

PENDAHULUAN
Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah bagi pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti pihak guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, masyarakat dan pihak siswa itu sendiri. Selain sebagai pedoman, bagi siswa kurikulum memiliki enam fungsi, yaitu: fungsi penyesuaian, fungsi pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik.
Adapun pentingnya peran dan fungsi kurikulum memang sudah sangat disadari dalam sistem pendidikan nasional. Ini dikarenakan kurikulum merupakan alat yang krusial dalam merealisasikan program pendidikan, baik formal maupun non formal , sehingga gambaran sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam kurikulum tersebut. Dengan kata lain, sistem kurikulum pada hakikatnya adalah sistem pendidikan itu sendiri. Untuk itu penguasaan terhadap konsep dasar kurikulum sangat penting khususnya dalam pengimplementasian  guna mencapai tujuan-tujuan pendidikan itu sendiri.

PEMBAHASAN
Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni curriculum yang mempunyai pengertian  a running course atau sebuah perjalanan mata pelajaran. Berdasarkan hal ini, istilah kurikulum kemudian diadaptasikan kedalam dunia pendidikan dan diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal hingga akhir program demi memperoleh ijazah.
Kurikulum adalah seperangkat rencana pembelajaran dan program pendidikan yang bersifat menyeluruh yang disusun dengan berbagai landasan dan rekonstruksi pengetahuan dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan-tujuan dalam pendidikan.
Adapun S Nasution, dikutip oleh Asep Jihad (2008: 2) mendefinisikan kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar dibawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah. Selanjutnya Saylon J. Galen dan William N. Alexander yang dikutip Asep Jihad (2008: 1)  mendefinisikan kurikulum adalah keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung di kelas, dihalaman maupun luar sekolah. Pendapat ini mengemukakan tafsiran kurikulum dalam arti luas, dimana kurikulum tidak hanya terdiri atas mata pelajaran (courses), tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah. Sesuai dengan pendapat ini, berbagai kegiatan di luar kelas (yang dikenal dengan ekstrakurikulum) sudah tercakup dalam pengertian kurikulum. Oleh karena itu tidak ada pemisah antara intra dan ektstrakurikulum.
Menurut Ralp Tyler (1949), mendefinisikan kurikulum adalah semua pelajaran-pelajaran murid yang direncanakan dan dilakukan oleh pihak sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikannya (Asep Jihad, 2008: 1). Berdasarkan pengertian tersebut, Inti dari kurikulum menurut Tyler (1949) adalah suatu jawaban secara menyeluruh terhadap beberapa pertanyaan berikut ini: 1) Tujuan-tujuan apa dan maksud-maksud apa yang hendak dicapai oleh sekolah? 2) Kesempatan-kesempatan belajar apa yang dipilih agar terjadi perubahan tingkah laku sesuai dengan harapan? 3) Bagaimana unsur-unsur belajar disusun? 4) Bagaimana penilaian untuk mengetahui keberhasilannya? Jika keempat jawaban pertanyaan itu telah terjawab, itulah yang dimaksud dengan kurikulum (Yuli Kwartolo 2002: 107).
Selanjutnya dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan kata lain, kurikulum dapat diartikan sebagai program pengajaran suatu jenjang pendidikan. Dari definisi-definisi diatas dapat dirumuskan bahwa kurikulum merupakan kegiatan dan pengalaman belajar yang dirumuskan, direncanakan, dan diorganisir untuk dilakukan dan dialami oleh anak didik baik di dalam maupun di luar sekolah agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan isinya kurikulum dipandang sebagai kurikulum tradisional dan kurikulum modern. Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diajarkan, seperti: silabus dan program pengajaran suatu mata pelajaran. Sejalan dengan hal ini, Menurut A. Glatthom (1987) yang dikutip oleh Asep Jihad, mengemukakan kurikulum ialah rencana yang dibuat untuk membimbing dalam belajar disekolah, yang biasanya meliputi dokumen, level secara umum, dan aktualisasi dari rencana-rencana itu dikelas, sebagai pengalaman murid, yang telah dicatat dan ditulis oleh seorang ahli pengalaman tesebut ditempatkan dalam lingkungan belajar yang juga mempengaruhi apa yang dipelajari (Asep Jihad 2008: 3).
Dalam pandangan modern, kurikulum tidaklah terbatas atau rencana tertulis. Isi dari dokumen atau rencana tertulis tersebut (kurikulum) adalah pernyataan mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu keterlibatan dan pengalaman belajar dalam pengimplementasian kurikulum, kualitas output peseta didik, kualitas bahan/konten pendidikan yang harus diikuti atau dipelajari oleh mahasiswa, kualitas proses pendidikan yang harus dialami oleh peserta didik. Kurikulum dalam bentuk dokumen ini merupakan fokus utama dalam setiap proses pengembangan kurikulum karena ia mengambarkan ide (pemikiran) para pengambil keputusan dan dasar bagi pengembangan dan penyempurnaan kurikulum selanjutnya.
Realisasi dari kurikulum berbentuk dokumen tertulis ini adalah pengimplementasiannya  pada suatu lembaga pendidikan berupa pengalaman belajar yang dialami peserta didik seperti yang direncanakan secara tertulis yang dikembangkan oleh pendidik atau guru itu sendiri didalam kelas maupun diluar kelas. Sehingga, jika pengalaman belajar ini menyimpang dari rencana tertulis, maka hasil belajar yang diperoleh peserta didik tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari kurikulum.
Adanya rancangan atau kurikulum formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan disekolah. Dengan kata lain, kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah. Jika kurikulum merupakan syarat mutlak, hal itu berarti bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran.
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Menurut Mauritz Johnson (Nana Syaodih Sukmadinata, 1988:4), kurikulum “prescribes (or at least anticipates) the result of instruction”. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Namun demikian kurikulum bukanlah segala-galanya, artinya tercapainya tujuan pendidikan bukan sepenuhnya dari kurikulum itu sendiri, karena kurikulum yang baik jika dipegang oleh guru yang tidak baik maka hasilnya tidak akan baik, pendidik (guru) juga menentukan berhasil dan tidaknya pencapaian tujuan pendidikan disekolah.
Tujuan Kurikulum
Tujuan pendidikan nasional secara eksplisit dapat dijabarkan sebagai upaya membentuk manusia yang mempunyai sifat; (1) cerdas, (2) iman dan taqwa, (3) berbudi pekerti luhur, (4) berpengetahuan dan keterampilan, (5) sehat jasmani dan rohani, (6) berkepribadian mantap dan mandiri, (7) dan bertanggung jawab. Berbagai karakteristik tersebut masih bersifat universal, dan perlu diterjemahkan kedalam rumusan yang operasional dan terkait dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Wujud nyata dari setiap karakteristik tersebut akan berbeda dalam suatu tingkat perkembangan masyarakat dan tingkat pendidikan. Karena itu dalam menterjemahkan karakteristik tersebut kedalam rumusan wujud kemampuan, nilai, dan sikap yang dapat dijadikan rujukan dalam proses perencanaan kurikulum perlu dipahami tingkat dan arah perkembangan masyarakat Indonesia.
Dalam era globalisasi ini memiliki maknanya adalah berlakunya berbagai ukuran dan aturan internasional dalam segala bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan tehnologi, komunikasi/transportasi bahkan kehidupan keagamaan.  Adapun yang perlu kita wujudkan di Indonesia dapatlah kiranya kita sampai kepada identifikasi kemampuan, nilai dan sikap yang perlu dikuasai dan dimiliki manusia terdidik Indonesia yaitu:
1.     Memiliki kemampuan, nilai dan sikap yang memungkinkannya berpartisipasi secara aktif dan cerdas dalam proses politik;
2.     Memiliki kemampuan, etos kerja, dan disiplin kerja yang memungkinkannya dapat secara aktif dan produktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ekonomi;
3.     Memiliki kemampuan dan sikap ilmiah untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kemampuan penelitian dan pengembangan,
4.     Memiliki kepribadian yang mantap, berkarakter dan bermoral, serta berakhlak mulia.
(Soejarto 2004: 94)
            Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sariono (2013: 2) dimana kurikulum menyiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan-tantangan dimasa depan. Kurikulum tidak cukup hanya dengan mengarahkan peserta didik pada penguasaan materi pembelajaran (content oriented) saja, tetapi perlu dikembangkan dengan berorientasi kepada kehidupan peserta didik dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Peranan Kurikulum
Sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis, kurikulum mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan siswa. Apabila dianalisis sifat dari masyarakat dan kebudayaan, dengan sekolah sebagai institusi sosial dalam melaksanakan operasinya, maka dapat ditentukan paling tidak tiga peranan kurikulum yang sangat penting, yakni peranan konservatif, peranan kritis atau evaluatif dan peranan kreatif. Ketiga peranan inni sangat penting dan perlu dilaksanakan secara seimbang.
Peranan konservatif, salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial pada generasi muda. Hal ini menekankan bahwa kurikulum itu dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentrasmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda. Dengan demikian, sekolah sebagai suatu lembaga sosial dapat memengaruhi dan membina tingkah laku siswa sesuai dengan berbagai nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial. Dalam mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial pada generasi muda, disinilah peran seorang guru. Keberhasilan implementasi kurikulum bergantung pada kemampuan seorang guru, karena guru adalah perencana, pelaksana, dan pengemban kurikulum bagi kelasnya. Sekalipun guru tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep kurikulum, gurulah penerjemah dari pusat. Gurulah yang mengolah, meramu kembali kurikulum sehingga peranan guru sangat penting dalam kemajuan pendidikan dalam hal ini metransmisikan nilai-nilai warisan social terhadap generasi muda.
Peranan Kritis atau Evaluatif, Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah. Sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melaikan juga mnilai dan memilih berbagai unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam hal ini, kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan membri penekanan pada unsur berpikir kritis. Niai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dimasa mendatang dihilangkan, serta diadaka modifikasi atau perbaikan. Dengan deikian, kurikulum harus merupakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.
Peranan Kreatif, Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam artian menciptakan dan menyusun suatu hal yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa sekarang dan masa mndatang. Untuk membantu setiap individu dalam mengembangkan semua poteni yang ada padanya, maka kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berpikir, kemampuan, dan keterampilan yang baru, yang memberikan manfaat bagi mayarakat.
Ketiga peran kurikulum tersebut harus berjalan secara seimbang, atau dengan kata lain terdapat keharmonisan iantara ketinganya. Dengan demikian, kurikulum dapat memenuhi.

Teori Kurikulum
Teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang bertalian satu sama lain, yang disusun sedemikian rupa sehingga memberikan makna yang fungsional terhadap serangkaian kejadian. Perangkat pernyataan tersebut dirumuskan dalam bentuk definisi deskriptif atau fungsional, suatu konstruksi fungsional, asumsi-asumsi, hipotesis, generalisasi, hukum, atau term-term. Isi rumusan-rumusan tersebut ditentukan oleh lingkup dari rentetan kejadian dicakup, jumlah pengetahuan empiris yang ada, dan tingkat keluasan dan kedalaman teori dan penelitian di sekitar kejadian-kejadian tersebut.
Kalau konsep-konsep itu diterapkan dalam kurikulum, maka dapatlah dirumuskan tentang teori kurikulum, yaitu sebagai suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah. Makna tersebut terjadi karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Bahan kajian dari teori kurikulum adalah hal-hal yang berkaitan dengan penentuan keputusan, penggunaan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kurikulum, dan lain-lain.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. Pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida dan Virginia), ia mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
Ralph W. Tylor (1949) sebagaimana dikutip Sukmadanata mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum: 1) Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah? 2) Pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut? 3) Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif? 4) Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?.
Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.
Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya.
Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenornena kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut: (1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum, (2) sistem kurikulum, (3) unit analisis dan unsur-­unsurnya, (4) struktur sistem kurikulum, (5) fungsi sistem kurikulum, (6) proses kurikulum, dan (7) prosedur analisis struktural-fungsional.
Alizabeth S. Maccia sebagaimana dikutip Sukamadanata dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu: (1) teori kurikulum, (2) teori kurikulum-formal, (3) teori kurikulum evaluasional, dan (4) teori kurikulum praksiologi.
Mauritz Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan hasil dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum merupakan seperangkat tujuan belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan. Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi bagian dari pengajaran.
Sukmadanata mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak, dan pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum. Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara aktor yang melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga langkah; perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Kata kurikulum, berasal dari bahasa Latin (Yunani), yakni cucere yang berubah menjadi kata benda curriculum. Kurikulum, jamaknya curicula, pertama kali dipakai dalam dunia atletik.
Dalam dunia atletik, kurikulum diartikan a race course, a place for running a chariot. Suatu jarak untuk perlombaan yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Sedangkan a chariot diartikan semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seseorang dari start sampai finish.
Perkembangan lebih lanjut, kurikulum dipakai juga dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan, kurikulum mempunyai arti sebagai berikut:

Kurikulum dalam arti sempit atau tradisional
Dalam arti sempit atau tradisional, kurikulum sebagai a course, as a specific fixed course of study, as in school or college, as one leading to a degree. Dalam pengertian ini, kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mendapatkan ijazah atau naik tingkat.
Carter V. Good mengemukakan pengertian kurikulum adalah a systematic group of course or subject required for graduation in major field of study. Kurikulum merupakan sekumpulan mata pelajaran atau sekwens yang bersifat sistematis yang diperlukan untuk lulus atau mendapatkan ijazah dalam bidang studi pokok tertentu. Robert Zaiz berpendapat curriculum is a resources of subject matters to be mastered. Kurikulum adalah serangkaian mata pelajaran yang harus dikuasai.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang disajikan guru kepada siswa untuk mendapatkan ijazah atau naik tingkat. Pengertian kurikulum ini, saat sekarang, sama dengan “rencana pelajaran di sekolah, yang disajikan guru kepada murid.” Arieh Levy mengemukakan, kurikulum semacam ini, tidak lebih dari daftar singkat mengenai sasaran dan isi pendidikan yang diajarkan di sekolah atau program silabus atau pokok bahasan yang akan diajarkan.
Dalam hubungan ini, Paul Langrand mengemukakan, kurikulum seperti di atas mempunyai kaitan hanya sedikit pada kehidupan, terlepas dari kenyataan yang konkret, sehingga terjadi jurang antara pengalaman dan pendidikan, dan tidak adanya segala macam bentuk tanya jawab atau keikut-sertaan murid di dalam proses pendidikan.

Kurikulum dalam arti luas atau modern
Kurikulum dalam pengertian ini bukan sekedar sejumlah mata pelajaran, tetapi mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas. Yakni, sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan.
Pendapat para ahli di bawah ini mencerminkan pengertian kurikulum di atas, antara lain:
1)    Ronald Doll mengemukakan bahwa kurikulum ... all the experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school. Kurikulum meliputi semua pengalaman yang disajikan kepada murid di bawah bantuan atau bimbingan sekolah.
2)    William B. Ragan mengartikan kurikulum ... all the experiences of children for which the school accepts responsibility. Kurikulum adalah semua pengalaman murid di bawah tanggung jawab sekolah.
3)    Harold B. Alberty dan Elsie J. Alberty mendefinisikan kurikulum all of the activities that are provided for student by the school constitute, its curriculum. Kurikulum adalah segala kegiatan yang dilaksanakan sekolah bagi murid-murid.
Dari sejumlah pendapat di atas dapat disimpulkan, kurikulum adalah semua pengalaman, kegiatan, dan pengetahuan murid di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau guru. Pengertian kurikulum ini memberikan implikasi pada program sekolah bahwa semua kegiatan yang dilakukan murid dapat memberikan pengalaman belajar. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat meliputi kegiatan di dalam kelas. Misalnya, kegiatan dalam mengikuti proses belajar­ mengajar (tatap muka), praktek keterampilan, dan sejenisnya, atau kegiatan di luar kelas, seperti kegiatan pramuka, wisata karya, kunjungan ke tempat-tempat wisata/sejarah, peringatan hari-hari besar nasional dan keagamaan, dan sejenisnya. Bahkan, semua kegiatan yang berhubungan dengan pergaulan antara murid dengan guru, murid dengan murid, murid dengan petugas sekolah, dan pengalaman hidup murid sendiri. Tegasnya, pengertian kurikulum ini mengandung cakupan yang luas, karena meliputi semua kegiatan murid, pengala­man murid, dan semua pengaruh, baik fisik maupun non fisik terhadap pertumbuhan dan perkembangan murid.
Kurikulum dalam pengertian rencana belajar bersamaan arti dengan pengajaran.
Artinya, kurikulum itu banyak berkaitan dengan rencana dan cita­-cita yang ingin dicapai, sedangkan pengajaran terletak pada perwujudan atau pelaksanaan rencana itu dalam kegiatan belajar-mengajar. Itulah sebabnya, pengembangan kurikulum sama artinya dengan pengembangan pengajaran. Perbedaan kurikulum dengan pengajaran terletak bukan pada implementasinya, melainkan pada keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan tujuan, isi, dan metode yang lebih luas, sedangkan yang lebih sempit menjadi tugas pengajaran. Dengan kata lain, kurikulum berhubungan dengan apa yang ingin dicapai (tujuan), sedangkan pengajaran berkaitan dengan bagaimana mencapai tujuan itu (prosedur).
Perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan pendekatan terhadap persoalan keduanya. Persoalan kurikulum dapat dipecahkan atas dasar nilai, sedangkan persoalan pengajaran dapat dipecahkan melalui pendekatan empirik.
Olivia menunjukkan kemungkinan hubungan antara kurikulum dengan pengajaran, sebagai berikut:33
1)   Model dualistis menggambarkan kurikulum dan pengajaran terpisah. Perencanaan dan pelaksanaan tidak serasi keduanya dapat dilukiskan dalam bagan berikut:

Kurikulum                 Pengajaran




2)   Model berkaitan menggambarkan bagian-bagian esensial yang terpadu. Hubungan tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Kurikulum  Pengajaran



3)   Model konsentris menggambarkan kurikulum berhubungan dengan pengajaran, dengan kemungkinan kurikulum dalam pengajaran atau pengajaran di dalam kurikulum, yang satu menjadi subsistem yang lain, atau yang satu bergantung pada lainnya

Kurikulum                       Pengajaran
Pengajaran                   Kurikulum


4)   Model siklus melukiskan hubungan timbal balik antara kurikulum dan pengajaran, keduanya saling mempengaruhi. Keputusan kurikulum mendahului keputusan pengajaran. Sebaliknya, keputusan pengajaran akan mempengaruhi peningkatan kurikulum (sesudah evaluasi). Hubungan keduanya dapat digambarkan pada bagan berikut:

Kurikulum                    Pengajaran


Betapapun ragamnya pengertian kurikulum, sebagaimana dijelaskan di atas, namun pada hakikatnya, kurikulum itu adalah alat/sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini, seperti dikemukakan John S. Brubacher whatever its name, it discribes the ground which pupil and teacher cover to reach the goal of education.

Sumber Pengembangan Kurikulum
Dari kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hal yang menjadi sumber atau landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan kehidupan orang dewasa.
Dalam pengembangan selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi semua unsur kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat, perilaku, benda-benda, dan lain-lain.
Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensi­-potensi yang telah ada pada anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.
Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum adalah board of local education yang mewakili negara bagian. Di Indonesia, pemegang kekuasaan sosial­ politik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan Nasional yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan Balitbang Diknas atau kalau di Departemen Agama dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Direktur Pendidikan Madrasah dan Ditperta atau Dirjen Pendidikan Islam yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Agama. Dengan adanya Disentralisasi, maka disinilah masing-masing lembaga atau daerah mempunyai otoritas dalam penyusunan kurikulum.

Macam-Macam Model Konsep Kurikulum
Di dalam kurikulum John D. Neil mengemukakan empat macam konsep, yaitu: kurikulum akademis, humanistis, rekonstruksi sosial dan teknologi.

Konsep Kurikulum Akademik
Kurikulum akademis ini merupakan model yang pertama dan tertua, sejak sekolah berdiri kurikulumnya seperti ini, bahkan sampai sekarang walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak dapat melepaskan tipe ini. Karenya sangat praktis, mudah disusun dan mudah digabungkan dengan tipe-tipe lain.
Kurikulum akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru.
Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli, masing-masing telah mengembangkan ilmu secara sistematis, logis dan solid. Para guru dan pengembang kurikulum tidak perlu susah payah menyusun dan mngembangkan bahan sendiri. Mereka tinggal memilih bahan materi ilmu yang telah dikembangkan para ahli disiplin ilmu, kemudian mereorganisasikan secara sistimatis, sesuai dengan tujuan pendidikan dan tahap perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Guru sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan penting. Mereka harus menguasai semua pengetahuan yang ada dalam kurikulum. Ia harus menjadi ahli dalam bidang-bidang studi yang diajarkan. Lebih jauh guru dituntut bukan hanya menguasai materi pendidikan, tetapi ia juga menjadi model bagi para siswanya. Apa yang disampaikan dan cara penyampaiannya harus menjadi bagian dari pribadi guru. Guru adalah yang digugu dan ditiru (diikuti dan dicontoh).
Karena Kurikulum akademis sangat mengutamakan pegetahuan, maka pendidikannya lebih bersifat intelektual. Kurikulumnya tidak hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut.
Jerome Bruner dalam The Process of Education sebagaimana di kutip S. Nasution menyarankan bahwa desain kurikulum hendaknya didasarkan atas struktur disiplin ilmu. Selanjutnya, ia menegaskan bahwa kurikulum suatu mata pelajaran harus didasarkan atas pemahaman yang mendasar yang dapat diperoleh dari prinsip-prinsip yang mendasarinya dan yang memberi struktur kepada suatu disiplin ilmu.
Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum akademis: Pertama, adalah melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekedar mengingatnya. Kedua, adalah studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respons terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih komprehensif terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan probema-problema yang ada. Ketiga, pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

Kurikulum Humanistik
Dalam pandangan humanisme, kurikulum adalah sesuatu yang dapat menunjang perkembangan anak dalam aspek kepribadiannya. Kurikulum dapat dilihat sebagai suatu proses yang mampu memenuhi kebutuhan individu untuk mencapai integrasi perkembangan dalam menuju aktualisasi (perwujudan) diri.
Pengikut dalam aliran ini meliputi pendidikan Konfluen, Kritisi Radikal, Mistisi Baru. Pendidikan konfluen adalah pendidikan yang memandang anak sebagai satu keseluruhan diri. Kritisi Radikal adalah pendidikan yang bersumber dari aliran Naturalisme atau Romantisme, yang menekankan pendidikannya pada upaya untuk membantu anak menentukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya, dan menciptakan situasi yang memungkinkan anak berkembang secara optimal. Mistikisme Modem adalah aliran yang menekankan pada latihan dan kepekaan, perasaan, dan keluhuran budi pekerti, atau menemukan nilai-nilai dalam latihan sensitivitas, meditasi, atau teknik transpersonal lainnya.
Kurikulum humanistik bertolak dari asumsi bahwa anak adalah pertama dan utama dalam pendidikan. Anak adalah subyek yang menjadi sentral aktivitas pendidikan. Anak memiliki sejumlah potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang sendiri. Para pendidik humanis berpegang juga pada konsep Ge­stalt. Artinya, anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan pada pembinaan yang utuh, bukan pada aspek fisik atau intelektual belaka, melainkan juga pada segi afektif (emosi, perasaan, nilai, dan sejenisnya).
Bertolak dari asumsi di atas, kurikulum Humanisme menekankan pada pendidikan yang integratif (menyeluruh) antara aspek afektif (emosi, sikap, dan nilai) dengan aspek kognitif (pengetahuan dan kecakapan intelektual). Atau dengan kata lain, kurikulum ini menambahkan aspek emosional ke dalam kurikulum yang berorientasi pada subject matter (mata pelajaran).

Kurikulum Rekonstruksi Sosial.
Kurikulum Rekonstruksi Sosial ini lebih menekankan pada problem-problem yang dihadapi murid dalam kehidupan masyarakat. Konsepsi kurikulum ini mengemukakan bahwa pendidikan bukanlah merupakan upaya sendiri, melainkan merupakan kegiatan bersama, interaksi, dan kerja sama. Interaksi atan kerja sama dapat terjadi pada siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang di lingkungannya. Dengan kerja sama semacam ini, para siswa berusaha memecahkan problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat agar menjadi masyarakat yang lebih baik.
Pendidikan, menurut konsepsi kurikulum rekonstruksi sosial ini memiliki pengaruh, mengubah, dan memberi corak baru kepada masyarakat dan kebudayaan.

Kurikulum Teknologi
Dalam pandangan teknologi, kurikulum merupakan proses teknologi untuk menghasilkan tuntutan kebutuhan-kebutuhan tenaga yang mampu membuat keputusan.
Penerapan teknologi dalam pendidikan, khususnya kurikulum meliputi dua bentuk, yakni; bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (handware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tulls technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan penggunaan alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan. Dalam kurikulumnya mengandung rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh model dari pengajaran tersebut adalah pengajaran berprograma, mesin pengajaran, pengajaran modul, pengajaran dengan bantuan alat komputer, dan pengajaran dengan pendekatan sistem.
Dalam arti teknologi sebagai sistem, teknologi pendidikan menekankan penyusunan program atau rencana pelajaran dengan menggunakan sistem. Program pengajaran tersebut bisa semata-mata sistem, dapat juga berupa program sistem yang ditunjang dengan alat dan media, serta bisa juga program sistem yang dipadukan dengan alat dan media pengajaran. Pada bentuk pertama, pengajaran tidak membutuhkan alat dan media yang canggih. Sedangkan pada bentuk kedua, pengajaran tetap berjalan, meski tanpa alat dan media yang canggih, tetapi lebih baik jika alat dan media itu disediakan. Bentuk ketiga, pengajaran tidak berjalan tanpa alat dan media yang canggih. Karena itu, alat dan media sebagai syarat yang berpadu dengan program.
Dengan teknologi diusahakan terjadinya proses belajar mengajar, terutama dalam teknik mengajar dapat dikuasai sepenuhnya sehingga dapat menjamin hasil yang sama. Teknologi pendidikan memberikan dasar ilmiah dan empirik kepada proses belajar mengajar. Pengetrapan teknologi telah dikenal dalam kurikulum 1975, setiap guru diharuskan menggunakan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), Pengajaran Modul, Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTANAS), dan Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SIPENMARU), belajar-mengajar berbasis internet dan lain sebagainya.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.      Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana pembelajaran dan program pendidikan yang bersifat menyeluruh yang disusun dengan berbagai landasan dan rekonstruksi pengetahuan dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan-tujuan dalam pendidikan. Kurikulum tidaklah terbatas atau rencana tertulis. Realisasi dari kurikulum berbentuk dokumen tertulis ini adalah pengimplementasiannya pada suatu lembaga pendidikan berupa pengalaman belajar yang dialami peserta didik seperti yang direncanakan secara tertulis.
Teori adalah suatu perangkat pernyataan yang bertalian satu sama lain, yang disusun sedemikian rupa sehingga memberikan makna yang fungsional terhadap serangkaian kejadian. Cakupan teori kurikulum meliputi: konsep kurikulum, penentuan kurikulum, pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi dan evaluasi kurikulum.
Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Bahan kajian dari teori kurikulum adalah hal-hal yang berkaitan dengan penentuan keputusan, penggunaan, perencanaan, pengembangan, dan evaluasi kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat aturan yang harus dilalui oleh murid, pengalaman, kegiatan, dan pengetahuan murid di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau guru untuk mencapai suatu jenjang tertentu (ijazah). Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan.
Empat macam model konsep kurikulum, yaitu: kurikulum akademik, humanik, rekonstruksi-sosial dan teknologik
2.      Saran
Adapun saran dari penulis berdasarkan pembahasan diatas, yakni:
1.      Setiap guru merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula memahami seluk beluk kurikulum.
2.      Dalam pelaksanaan kurikulum, kesiapan guru merupakan hal yang paling penting. Untuk itu pelatihan, pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap kesiapan dan kompetensi guru perlu dilakukan secara terus-menerus sehingga mampu membawa perubahan yang diamanatkan dalam kurikulum tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Alberty, Harold B and Elsie J. AlBerty. Reorganizing the High School Curriculum, 3rd ed. t.tp.: The Macmllan Company, 1952.
Azia, Robert S. Curriculum Principes and Foundation. t.tp.: Harper & Row Publisher, 1976. Azra, Azzumardi. Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1998.
Beauchamp, George A. Curriculum Theory. Wilmette, Illinois: The KAGG Press, 1975 Brubacher, John S. Modern Philosophies of Education, 4th ed. t.tp.: Tata McGraw Hill Publishing Company, 1978.
Carter V. Good. Dictionary of Education. t.tp.: McGraw-Hill a Book Company, 1959.
Dimyanti & Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Doll, Ronald C. Curriculum Improvement : Decision Making and Process. Boston: Allyn and Bacon, Inc., 1974.
Franklin, Babbit. The Curriculum. Boston: Hounghton Mifflin, 1918.
Hamalik, Oema. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Mandar Maju, 1991.
Hamalik, Oemar. 2011. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja
Historis). Bandung: Muli Pressindo
Jihad, Asep. (2008). Pengembangan Kurikulum Matemaika (Tinjauan Teoritis dan
Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologik dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989.
Nasution, S. Azas-azas Kurikulum. Bandung: Jemmars, 1982.
Neil, John D. Curriculum A Comprehensive Introduction. A Division of Scott Foresman and Company, 1980.
 Rosdakarya.
Sukmadanata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
Syarif, A. Hamid. Pengembangan Kurikulum. Surabaya: Bina Ilmu, 1996.
Taba, Hilda, Curriculum Development: Theory and Practices. New York: Harcourt, Brace and World, Inc., 1962.
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Armas Duta Jaya, 1990.

Tidak ada komentar: