Jumat, 16 September 2011

managemen kurikulum


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manajemen dan sejak permasalahannya sebenarnya sudah lama dikenal orang. Seusia peradaban manusia itu sendiri. Dari vapirus mesir, .catatan tiongkok kuno, tulisan yunani dan romawi purba dapat diketahui bagaimana pentingnya mengelola pemerintah.
Dan perkembangan selanjutnya ketika pada abad pertengahan mulai dikenal Asuransi Kredit dan pemasaran kemudian setelah timbulnya revolusi industrri banyak perubahan dalam berbagai bidang.
Maka manajemen pun melingkupi cakrawala yang lebi luas terurtama dalam bidang usaha (bussines) pada awal abad 20 ini, tepatnya pada tahun 1911 muncul Krederick W Taylor dengan karyanya yang berjudul "The principles of scientific management"
Karyanya itu didasarkan pada pengalamannya yang dimulai dari masinis ampai menjadi kepala teknik pada Midvale Steel Company di Phildelpia (AS)
B. PERUMUSAN MASALAH
1. Pengetian manajeman kurikulum
2. Prinsip-prinsip pengembangan KTSP
3. Acuan operasional KTSP
4. Komponen Kurkulum






BAB II
MANAJEMEN KURIKULUM
A. Pengertian Manajemen Kurikulum
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Menurut oey Liang Gie, Guru besar manajemen UI Manajemen : “seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan dari pada “human and natural resources” untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Dan menurut George R. Terry, Ph.D Manajemen sebagai “proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan : perencanaan, pengorganisasian, menggerkan dan pengawasan yang dialkukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain”.
Kurikulum sendiri dapat dipahami dalam arti sempit sekali, sempit dan luas :
1.    Kurikulum dalam arti sempit sekali adalah jadwal pelajaran
2.    Kurikulum dalam arti sempit adalah semua pelajaran baik teori maupun praktik yang diberikan kepada murid-murid selam mengikuti suatu proses pendidikan tertentu kurikulum dalam arti ini terbatas pada pemberian bekal pengetahuan dan keterampilan pada murid.
3.    Kurikulum dalam arti luas adalah semua pengalaman yang diberikan kepada anak didik selama mengikuti pendidikan
4.    Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
Dengan membedakan pengertian-pengertian kurikulum seperti ini akan berakibat pula ruang lingkup manajemennya. Jika didikuti pengertian kurikulum dalam arti yang sangat sempit sekali, maka manajemen kurikulum hanya menyangkut usaha dalam rangka melancarkan pelaksanaan jadwal pelajaran.
Tetapi jika dianut pengertian kurikulum dalam arti luas maka manajemen kurikulum bukan hanya dibatasi dalam ruang kelas, tetapi menyangkut pula didalam kegiatanpengelolaan diluar kelas, bahkan diluar sekolah.
Jadi Manajemen kurikulum adalah segenap proses usaha bersama untuk memperlancar pencapain tujuan pemebelajaran dengan dititik beratkan pada usaha, meningkatkan kualitas interaksi belajar mengajar.
B. Prinsip-prinsip dan Pengembangan kurikulum
Pengembangan kurkulum yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, kompotesi lulusan, tenaga pendidik, saran dan prasarana, pengelolaan pembiayaan penilaian pendidikan.
Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut yaitu :
1. Standar isi (SI)
2. Standar Kompotesi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulum.
Kurikulum dikembangkan sesuai dengan relavarsinya oleh setiap kelompok/satuan pendidikan dibawah koordinasi dari supervisi dinas pendidikan/kantor Departemen Agama. Kabupaten/kota untuk pendidikan dasar diprovinsi untuk pendidikan menengah.
Pengembangan Kurikulum mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusuran kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan penimbangan komite sekolah/madrasah.
Penyusunan kurikulum untuk pendidikan khusus oleh dinas pensisikan provinsi dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan dan penyususunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.
Kurikulum berkembang berdasarkan prisisp-prisip sebagai berikut :
1.    Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2.    Beragam dan terpadu
3.    Tanggap terhadap perkembangan Iptek dan seni
4.    Relevan dengan kebutuhankehidupan
5.    Menyeluruh dan bekesinambungan
6.    Belajar sepanjang hayat
7.    Seimbang antara kepentingan Nasional dan kepentingan daerah.
C. Acuan Profesional penyusunan Kurikulum
Kurikulum disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.        Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak manusia
2.        peningkatan potesi kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat pengembangan dan kemampuan peserta didik.
3.        keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
4.        Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
5.        Tuntutan dunia kerja
6.        Perkembangan IPTEK dan seni
7.        Agama
8.        Dinamika pendidikan global
9.        Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
10.    Kondisi sosial masyarakt setempat
11.    Kesetaraan Jender
12.    Karakteristik suatu pendidikan


D. Komponen Kurikulum
Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Maka hal ini berarti bahwa sebagai alat pendidikan kurikulum mamiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya secara baik. Bagian-bagian ini disebut komponen. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan memiliki komponen pokok dan komponen penunujang yang saling berkaitan, berinteraksi dalam rangka dukungannya untuk mencapai tujuan itu.
Komponen pokok kurikulum, meliputi;
1.    Komponen Tujuan
Kurikulum merupakan suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di Sekolah dapt diukur dari seberapa jauh dan banyaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum lembaga pendidikan, pasti dicantumkian tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Tujuan kurikulum biasanya terbagi atas tiga level atau tingkatan, yaitu;
a.    Tujuan Jangka Panjang (aims), Tujuan ini, menggambarkan tujuan hidup yang diharapkan serta didasarkan pada nilai yang diambil dari filsafat. Tujuan ini tidak berhubungan langsung dengan tujuan sekolah, melainkan sebagai target setelah anak didik menyelesaikan sekolah, seperti; self realization, ethical character, civic responsibility.
b.    Tujuan Jangka Menengah (goals), Tujuan ini merujuk pada tujuan sekolah yang berdasarkan pada jenjangnya, misalnya; sekolah SD, SMJP, SMA dan lain-lainnya.
c.    Tujuan Jangka Dekat (objective), Tujuan yang dikhususkan pada pembelajaran dikelas, misalnya; siswa dapat mengerjakan perkalian dengan betul, siswa dapat mempraktekkan sholat, dan sebagainya.
Dalam sebuah kurikulum lembaga pendidikan terdapat dua(2) tujuan, yaitu;
a.    Tujuan yang dicapai secara keseluruhan, Tujuan ini biasanya meliputi aspek-aspek pengetahuan (pengetahuan), ketrampilan (psikomotor), sikap (afektif) dan nilai-nilai yang diharapkan dapat dimiliki oleh para lulusan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Hal tersebut juga disebut tujuan lembaga (institusional).
b.    Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi. Tujuan ini biasanya disebut dengan tujuan kulikuler. Tujuan ini adalah penjabaran tujuan institusional yang meliputi tujuan kurikulum dan instruksional yang terdapat dalam GBPP (Garis_garis Besar Program Pengajaran) tiap bidang studi.
2.    Komponen Isi/Materi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum menentukan isi atau content yang dibakukan sebagai kurikulum, terlebih dahulu perencana kurikulum harus menseleksi isi agar menjadi lebih efektif dan efisien. Criteria yang dapat dijadikan pertimbangan, antara lain;
a.    Kebermaknaan (signifikasi). Kebermaknaan suatu isi/ materi diukur dari bagaimana esensi atau posisinya dalam kaitan dengan isi materi disiplin ilmu yang lain. Konten kurikulum dalam wujud konsep dasar atau prinsip dasar mendapat prioritas utamadibandingkan dengan konsep atau prinsip yang kurang fundamental
b.    Manfaat atau kegunaan. Adapun parameter criteria kebermanfaatan isi adalah seberapa jauh dukungan yang disumbangkan oleh isi/ materi kurikulumbagi operasionalisasi kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
c.    Pengembangan manusia. Kriteria pengembangan manusia mengarah pada nilai-nilai demokratis, nilai sosial, atau pada pengembangan sosial.
3.    Komponen Media (sarana dan prasarana)
Media merupakan sarana perantara dalam pengajaran. Media merupakan perantara untuk menjabarkan isi kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pemakaian media dalan pengajaran secara tepat terhadap pokok bahasan yang disajikan pada peserta didik akan mempermudah peserta didik dalam menanggapi, memahami isi sajian guru dalam pengajaran.

4.    Komponen Strategi
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaan, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbiungan dan mengatur kegiatan, baik yang secara \umum berlaku maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran.
5.    Komponen Proses Belajar Mengajar
Komponen ini sangat penting dalam sistem pengajaran, sebab diharapkan melalui proses belajar mengajar akan terjadi perubahan-perubahan tingkah laku pada diri peserta didik. Keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar merupakan indicator keberhasilan pelaksanaan kurikulum.
Kemampuan guru dalam menciptakan suasana pengajaran yang kondusif, merupakan indicator kreativitas dan efektifitas guru dalam mengajar. Dan hal tersebut dapat dicapai bila guru dapat;
a)    Memusatkan pada kepribadiannya dalam mengajar.
b)   Menerapkan metode mengajarnya
c)    Memusatkan pada proses dan produknya
d)   Memusatkan pada kompetensi yang relevan.
E. Implementasi Kurikilum
Kurikulum tidak akan tercapai jika hanya dibiarkan setelah dikembangkan. Kurikulum yang telah didesain optimal harus diimplementasikan dan mempunyai hasil bagi pembelajaran. Banyak kurikulum yang telah didesain dan dikembangkan tidak diiplementasikan karena ketiadaan suatu rencana perubahan dalam keseluruhan suatu sistem persekolahan.
Kurikulum baru yang gagal boleh jadi karena alasan belum mempertimbangkan pengembangan kurikulum secara kritis. Seringkali, individu dalam sekolah percaya bahwa usaha kurikulum adalah untuk melengkapi rencana baru yang dikembangkan atau material baru yang dibeli. Perhatian lebih banyak diberikan pada permasalahan manajemen dan organisasi dibanding pada perubahan kurikulum. Banyak individu yang bertanggung jawab pada kurikulum tidak memprosses suatu pandangan makro perubahan atau menyadari bahwa inovasi memerlukan perencanaan hati-hati dan monitoring yang ketat. Individu tersebut sering berpikir bahwa implementasi adalah merupakan pengunaan program baru atau tidak.
Implementasi yang sukses adalah suatu proses yang mempunyai beberapa hal baru. Implementasi tergantung pada pendekatan umum pengembangan kurikulum dan kurikulum itu sendiri. Kebanyakan orang percaya bahwa implementasi yang sukses, bersandarkan pada penggambaran langkah-langkah yang tepat yang terutama menyangkut proses pengembangan. Kebanyakan orang mempertimbangkan implementasi adalah sebagai sesuatu yang tak dapat diramalkan dan tidak pasti.
Implementasi dapat dipandang sebagai rangkaian yang sangat teknis secara alami ke seluruh aliran dan sangat estetis. Titik pusatnya adalah bahwa hal ini merupakan suatu komponen dalam siklus tindakan kurikulum yang tidak bisa dilalaikan. Langkah ini melibatkan tindakan luas yang tidak hanya, sebagai contoh, perubahan tempat kerja untuk staff. Implementasi merupakan usaha untuk mengubah pengetahuan, tindakan, dan sikap individu. Implementasi adalah suatu interaksi proses antara mereka yang menciptakan program dan mereka yang melaksanakannya.
Tujuan pengembangan kurikulum, dengan mengabaikan tingkatan, adalah untuk membuat suatu perbedaan untuk memungkinkan para siswa untuk mencapai tujuan milik sekolah, tujuan milik masyarakat, dan, barangkali yang paling penting, capaian dan tujuan mereka sendiri. Implementasi, suatu bagian penting pengembangan kurikulum, membawa ke dalam kenyataan mengantisipasi perubahan. Sederhananya, aktivitas kurikulum adalah aktivitas perubahan.
Di dalam pemahaman tentang konsep perubahan, pendidik harus menyadari sikap orang-orang (masyarakat) tentang implementasi dan perubahan ketika proses perubahan dipengaruhi oleh pandangan kenyataan umum mereka. Mereka yang menerima model pengembangan kurikulum yang masuk akal akan memandang perubahan sebagai sesuatu  yang dengan tepat mengatur dan mengimplementasikan rencana. Implementasi menjadi bagian dari suatu proses perubahan yang linier.
Mereka yang awam akan merasa perubahan sebagai sesuatu yang tak mungkin dengan ketat dikendalikan. Suatu tahap di dalam aktivitas kurikulum, pengundangan atau implementasi bukanlah sesuatu yang terjadi di dalam suatu pertunjukan linier. Mengamati implementasi ketika interaksi berarti bahwa orang tidak bisa mengalah kepada permintaan obyektifitas dan kuantifikasi. Tentu saja, orientasi perubahan ini menunjukkan suatu proses pencerahan individu: sikap dan kepercayaan mereka. Pertimbangan yang dibuat oleh konstruksi pribadi dari kenyataan mereka dan sikap mereka ke arah hidup dan nilai-nilai yang mereka pegang sebagai sesuatu yang suci.
Menurut riset, untuk merubah kurikulum dan dengan sukses diterapkan, yang manapun pelan-pelan atau dengan cepat, lima petunjuk di bawah ini harus diikuti untuk membantu menghindari kekeliruan sebagaimana masa lalu.
1.  Merancang inovasi untuk meningkatkan prestasi siswa harus secara teknis bunyi. Maksudnya bahwa perubahan perlu mencerminkan riset tentang apakah bekerja dan tidak bekerja, bukan mendisain untuk peningkatan secara kebetulan menjadi populer hari ini atau besok.
2.   Inovasi yang sukses memerlukan perubahan di dalam struktur suatu sekolah tradisional. Dengan perubahan struktural, kita berarti memodifikasi hal yang utama menyangkut para guru dan siswa, apakah ditugaskan ke kelas dan saling berhubungan satu sama lain.
3.   Inovasi harus mungkin dan dapat dikendalikan oleh rata-rata guru. Kita tidak bisa menginovasi gagasan mengenai masalah atau pemikiran solutif ketika siswa tidak bisa membaca atau tulis dasar Bahasa Inggris atau berkeberatan untuk aktif di dalam kelas.
4.   Implementasi dari usaha perubahan sukses harus organik bukan birokratis. Ketegasan, monitoring prosedur, dan aturan bukanlah hal yang memungkinkan untuk perubahan; pendekatan yang birokratis ini perlu untuk digantikan oleh suatu pendekatan yang adaptip atau organik yang mengijinkan penyimpangan beberapa dari perencanaan asli dan mengenali orang pada permasalahan dan kondisi-kondisi menyangkut sekolah.
5.   Hindarilah sindrom "lakukan sesuatu, kerjakan apapun" sindrom. Kebutuhan adalah untuk suatu rencana kurikulum terbatas, untuk memusatkan usaha seseorang, waktu, dan uang pada aktivitas dan isi yang adalah serasi dan rational.
F. Kurikulum tersembunyi
Kurikulum tersembunyi atau kurikulum terselubung, secara umum dapat dideskripsikan sebagai hasil (sampingan) dari pendidikan dalam latar sekolah atau luar sekolah, khususnya hasil yang dipelajari tetapi tidak secara tersurat dicantumkan sebagai tujuan. Beragam definisi lain telah dikembangkan berdasarkan pada perspektif yang luas dari mereka yang mempelajari peristiwa ini. Segala bentuk pendidikan, termasuk aktivitas rekreasional dan sosial tradisional, dapat mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang sebetulnya tak sengaja karena bukan berhubungan dengan sekolah tetapi dengan pengalaman belajar. Tetapi umumnya, kurikulum tersembunyi mengacu pada berbagai jenis pengetahuan yang diperoleh dalam sekolah dasar dan menengah, biasanya dengan suatu konotasi negatif yang mengacu pada ketidaksamaan yang muncul sebagai akibat hal tersebut. Sikap ini berasal dari komitmen sistim sekolah yang mempromosikan demokrasi dan memastikan pengembangan kecerdasan yang sama. Sasaran tersebut dihalangi oleh pelajaran-pelajaran yang tak terukur ini. Dalam konteks ini, kurikulum tersembunyi disebut sebagai memperkuat ketidaksamaan sosial dengan mendidik siswa dalam berbagai persoalan dan perilaku menurut kelas dan status sosial mereka. Sama halnya seperti adanya ketidaksamaan distribusi modal budaya di masyarakat, berupa distribusi yang berhubungan dalam pengetahuan di antara para siswa.
Kurikulum tersembunyi juga dapat merujuk pada transmisi norma, nilai, dan kepercayaan yang disampaikan baik dalam isi pendidikan formal dan interaksi sosial di dalam sekolah-sekolah ini. Kurikulum tersembunyi sukar untuk didefinisikan secara eksplisit karena berbeda-beda antar siswa dan pengalamannya serta karena kurikulum itu selalu berubah-ubah seiring berkembangnya pengetahuan dan keyakinan masyarakat.
Konsep kurikulum tersembunyi terkespresikan dalam gagasan bahwa sekolah melakukan lebih dari sekedar menyebarkan pengetahuan, seperti tercantum dalam kurikulum resmi. Di balik itu terdapat berbagai kritik tentang implikasi sosial, landasan politik, dan hasil budaya dari aktivitas pendidikan modern. Sementara penelaahan awal berkaitan dengan identifikasi faham anti-demokratis dari sekolah, penelitian lain telah memperhatikan permasalahan berbeda, termasuk masalah sosialisme, kapitalisme, dan anarkisme dalam pendidikan.
G.  Evaluasi Kurikulum
Konsep kurikulum yang menekankan isi,memberikan peranan besar pada analisis pengetahuan baru yang ada,konsep penilaian menutut penilaian secara rinci tentang lingkungan belajar,dan konsep organisasi memberi perhatian besar pada struktur belajar
Pengembangan kurikulum yang menekankan isi membutuhkan waktu mempersiapakan situasi belajar dan menyatukannya dengan tujuan pengajaran yang cukup lama.kurikulum yang menekankan pada situasi waktu untuk mempersiapkannya lebih pendek,sedangkan kurikulum yang menekankan pada organisasi waktu persiapannya hampir sama dengan kurikulum yang menekankan pada isi,kurikulum yang menekankan organisasi,strategi penyebarannya sangat mengutamakan latihan guru
Model evaluasi kaitnya dengan teori kurikulum perbedaan konsep dan strategi pengembangan dan penyebaran kurikulumnya ,juga menimbulkan perbedaan dalam rancangan evaluasi ,model evaluasi yang bersifat komporatif atau menekankan pada objek sangat sesuai bagi kurikulum yang bersifat rasional dan menekankan isi,dalam kurikulum menekankan situasi sukar disusun evaluasi yang bersifat kompratif karena konteksnya bukan terhadap guru atau satu tujuan tetapi terdapat banyak tujuan.
Pada kurikulum yang menekankan organisasi,tugas evaluasi lebih sulit lagi,karena isi dan hasil kurikulum bukan hal yang utama,yang utama adalah aktivitas dan kemampuan siswa salah satu pemecahan bagi masalah ini dengan pendekatan yang bersifat elektrik seprti dalam proyek kurikulum humanistik dan care ( center for applied research in education ) dalam proyek itu dicari perbandingan materi antara proyek yang menggunakan guru yang terlatih dengan yang tidak terlatih ,dalam evaluasinya juga diteliti pengaruh umum dari proyek,dengan cara mengumpulkan bahan-bahan secara studi kasus dari sekolah-sekolah proyek
Teori kurikilim dan teori evaluasi,model evaluasi kurikulum berkaitan erat dengan konsep kurikulum yang digunakan,seperti model pengembangan dan penyebaran dihasilkan oleh kurikulum yang menekankan isi
Macam-macam model evaluasi yang dipergunkan bertumpu pada aspek -aspek tertentu yang diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum.model evaluasi yang bersifat kompratif berkaitan erat dengan tingkah-tingkah laku individu,evaluasi yang menekakan tujuan berkaitan erat dengan kurikulum yang menekankan pada bahan ajar atau isi kurikulum model ( pendekatan ) antropologis dalam evaluasi ditujukan untuk mengevaluasi tingkah-tingkah laku dalam suatu lembaga sosial,dengan demikian sesungguhnya terdpat hubungan yang sangat erat antara evaluasi dengan kurikulum.
Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi sosial mempunyai asal usul,sejarah struktur serta intersef sendiri,beberapa karakteristik dari proyek-proyek kurikulumyang telah dikembangkan di inggris,umpamanya :
1. Lebih berkenaan dengan inovasi daripada dengan kurikulum yang ada
2. Lebih berskala nasional daripada lokal
3. Di biyayai oleh grant dari luar yang berjangka pendek daripada oleh anggaran tetap
4. Lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan penelitian yang bersifat psikometris daripada kebiasaan lamayang berupa penelitian sosial
Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan 3 hal yaitu :
1. Evaluasi sebagai moral judgement,konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai,hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya hal ini mengandung 2 pengertian 1,evaluasi berisi suatu skala nilai moral,berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat dinilai 2,evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan kriteria-kriteria suatu hasil dapat dinilai
2. Evaluasi dan penentuan keputusan,pengambilan keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulumbanyak yaitu:guru,murid,orang tua,kepala sekolah,para inspektur,pengembangan kurikulum dll,beberapa diantara mereka yang memegang peranan paling besar dalam penetuan keputusan.pada prinsipnya tiap individu diatas membuat keputusansesuai dengan posisinya.
3. Evaluasi dan konsesus nilai dalam berbagai situasi pendidkan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang ikut terlibat dalam kegiatan penilaian atau evaluasi,para partisipan dalam evaluasi pendidikan dapat terdiri dari :orang tua,murid,guru,pengembang kurikulum,administrator,ahli politik,ahli ekonomi,penerbit,arsitek dsb.bagaimana caranya agar dapat diantara mereka terdapat kesatuan penilaian hanya dapat di capai melalui suatu consensus.




BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari judul makalah ini dapat dismpulkan bahwa manajemen kurikulum adalah segenap proses usaha bersama untuk memperlancar pencapaian tujuan pengajaran dengan titik berat pada usaha meningkatkan kualitas interaksi belajar mengajar.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaran kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Penugasan struktur adalah kegiatan pembayaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik, untuk mencapai standar kompotensi, waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditemtukan oleh pendidik.
Kurkulum dikembangkan sesuai dengan relavarsinya oleh setiap kelompok/satuan pendidikan dibawah koordinasi dari supervisi dinas pendidikan/kantor Departemen Agama. Kabupaten/kota untuk pendidikan dasar diprovinsi untuk pendidikan menengah.
Pengembangan Kurikulum mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusuran kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan penimbangan komite sekolah/madrasah.
Penyusunan Kurikulum untuk pendidikan khusus oleh dinas pensisikan provinsi dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan dan penyususunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.




DAFTAR PUSTAKA
outh.ac.uk/resined/evaluation/index.htm         [Accessed 10 April 2011. ]. 
http://www.socialresearchmethods.net/kb/intreval.php    [Accessed 10 April 2011. ].
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan,(2003). Buku II –Kurikulum Program Studi.
 Posner, G.J., (2004). Analyzing The Curriculum. Mc Graw Hill. United States.
Degeng, Nyoman S. 2001. Pokok Pikiran Revolusi Belajar dan Pembelajaran. Makalah tidak diterbitkan.
Nurhadi, M.Pd., Dr. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
DePorter, Bobbi; Mark Reardon; dan Sarah Singer-Nourie. 2000. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: KaifaDegeng, Nyoman S. 2001. Pokok Pikiran Revolusi Belajar dan











KAREKATUR


BAB I
PENDAHULUAN
1.    Latar belakag
Sehubungan dengan berita mengenai karikatur yang pernah beredar di beberapa media di Eropa beberapa bulan lalu merupakan pelecehan yang disengaja dan direncanakan. Namun, persoalan ini bukanlah sebatas permasalahan umat Islam saja, melainkan persoalan antara yang berbudaya menghadapi yang tidak berbudaya. Jadi, tidak tepat memandang kasus tersebut sebagai persolan umat Islam.
Pada tanggal 30 September 2005 beredar beberapa karikatur yang mengandung pelecehan terhadap Nabi Muhammad Saw. di Denmark melalui koran Jyllands-Posten Dalam beberapa media disebutkan bahwa karikatur-karikatur itu dimaksudkan untuk mengilustrasikan secara satir buku yang ditulis oleh seseorang yang bernama Kory Bluitgen. Pada mulanya tidak seorang pun yang bersedia melakukannya, tetapi pemimpin redaksi koran Jyllands-Posten itu mengundang lagi 40 pelukis dan 12 orang di antaranya menerima dan membuat karikatur-karikatur yang melecehkan itu. Ini menunjukkan bahwa mereka sejak semula telah mengetahui ketidakwajaran membuat karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad Saw, yang akan menimbulkan protes dan reaksi keras umat Islam sedunia.
Karikatur-karikatur itu diterbitkan ulang oleh beberapa media lainnya di Eropa, seperti koran Norwegia Magazinet yang terbit pada 10 Januari 2006, lalu koran Jerman Die Welt, surat kabar Prancis Frans Soir dan juga beberapa koran lainnya di Selandia Baru, Yordani, bahkan juga Tabloid Peta yang terbit di Bekasi, Jawa Barat, di bulan Februari 2006 yang lalu. Di samping media tertulis, karikatur itu juga menjadi semakin meluas setelah tertayang pula melalui internet.
2.    Rumusan Masalah
a.       Bagaimana doktrin agama mengenai pembuatan karekatur tersebut?
b.      Bagaimana pandangan islam mengenai kebebasan manusia?
c.       Bagaimana imbas dari doktrin agama dan kebebasan manusia?

BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian karekatur
Karikatur, berasal sari kata caricare ( bahasa Itali ) yang maknanya memberi muatan atau tambahan ekstra. Jadi karekatur adalah suatu gambar yang dilebih-lebihkan pada bagian obyek yang digambarkan baik bersifat menjelek-jelekan atau sebaliknya. Pengertian lain yaitu Karikatur adalah suatu bentuk gambar yang sifatnya klise, sindiran, kritikan, dan lucu. Karikatur merupakan ungkapan perasaan seseorang yang diekspresikan agar diketahui khalayak. Karikatur sebagai media komunikasi mengandung pesan, kritik atau sindiran tanpa banyak komentar, tetapi cukup dengan rekaan gambar yang sifatnya lucu sekaligus mengandung makna yang dalam (pedas). Karikatur adalah bagian dari surat kabar yang tidak asing lagi bagi siswa maupun guru.
2.    Doktrin Agama
Apa yang terjadi di Denmark, Norwegia dan negeri lainnya bukan semata-mata masalah larangan melukis nabi Muhammad SAW. Melainkan sudah masuk ke wilayah penghinaan. Sebab gambar itu memang dibuat sengaja untuk menghina beliau SAW Penghinaan atas nabi Muhammad SAW oleh media massa di Denmark, Norwegia dan beberapa negeri lainnya memang sudah keterlaluan.
Padahal di dalam syariah Islam, jangankan membuat gambar yang bersifat menghina, sekedar melukis sosok Rasulullah SAW sendiri pun sudah haram hukumnya. Bahkan meski pelukisnya melukis dengan niat baik dan lukisan yang indah. Namun umat Islam sejak awal telah diajari untuk menghormati nabi mereka bukan dengan membuat lukisan atau gambar, apalagi patung. Islam datang justru menghancurkan gambar-gambar para nabi serta patung-patung mereka yang terlanjur disembah.
Sebuah bentuk kejahilan yang diperangi agama Islam adalah melukis, menggambar dan mematungkan para nabi dan orang shalih di masa lalu. Dan kelakuan umat terdahulu memang selalu demikian. Para nabi yang telah wafat itu mereka buatkan lukisannya, meski dengan niat untuk mengagungkannya, mensucikannya atau menghormatinya. Namun di balik niat lugu itu, syetan telah selalu berhasil menyelewengkan dan memasukkan bisikan jahatnya. Sehingga pada akhirnya gambar dan patung para nabi menjadi sesembahan selain Allah. Dan mereka berkata: Jangan sekali-kali kamu meninggalkan tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr. {QS. Nuh: 23}
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa nama berhala itu yaitu Wadd, Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nashr sebenarnya nama orang shalih dan mereka bukan tuhan. Namun sepeninggal mereka, orang-orang ingin mengenang jasa dan keagungannya, sehingga kemudian dilukislah wajah mereka, sehingga akhirnya dibuatkan patung. Dari generasi ke generasi akhirnya patung mereka sudah menjadi tuhan sesembahan selain Allah.
Di dalam syariah Islam, melukis nabi dan para shahabat telah diharamkan secara total. Meski pun niatnya baik dan lukisannya indah. Tetapi hukumnya tetap haram. Sedangkan yang dilakukan sekarang ini memang melebihi batas kewajaran. Sebab melukis nabi Muhammad SAW saja sudah haram, apalagi sambil membuatnya menjadi karikatur yang menghina dan merendahkan. Hadits-hadits yang melarang menggambar makhluk bernyawa sangat banyak, ada beberapa lafazh yang diriwayatkan oleh sahabat berbeda sehingga dianggap sebagai beberapa hadits.
Pada dasarnya para ‘ulama sepakat bahwa hukum menggambar makhluk bernyawa adalah haram. Banyak riwayat yang menuturkan tentang larangan menggambar makhluk bernyawa, baik binatang maupun manusia. Sedangkan hukum menggambar makhluk yang tidak bernyawa, misalnya tetumbuhan dan pepohonan adalah mubah.
Berikut ini akan kami ketengahkan riwayat-riwayat yang melarang kaum muslim menggambar makhluk bernyawa. Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Barangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupklannya.’” [HR. Bukhari].
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar yang bernyawa.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa seorang laki-laki dateng kepada Ibnu ‘Abbas, lalu katanya, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku menyukainya.” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’” Ibnu ‘Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa.” [HR. Muslim].
Dari ‘Ali ra, ia berkata, “Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah diantara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Saw.’”[1]
Larangan menggambar gambar di sini mencakup semua gambar yang bernyawa, baik gambar itu timbul maupun tidak, sempurna atau tidak, dan distilir maupun tidak. Seluruh gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, distilir (digayakan), maupun dalam bentuk karikatur adalah haram. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, menyatakan, bahwa gambar yang dimaksud di dalam riwayat-riwayat di atas adalah semua gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, maupun distilir atau tidak. Semuanya terkena larangan hadits-hadits di atas (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, bab Tashwiir).
Larangan yang terkandung di dalam nash-nash di atas juga tidak mengandung ‘illat. Larangan menggambar makhluk bernyawa bukan karena alasan gambar itu sempurna atau tidak. Larangan itu juga tidak berhubungan dengan apakah gambar tersebut mungkin bisa hidup atau tidak, distilir maupun tidak. Semua gambar makhluk hidup walaupun tidak lengkap hukumnya tetap haram.
Walhasil, gambar manusia dalam bentuk karikatur, komik, maupun batik yang distilir adalah haram, tanpa ada keraguan sedikitpun. Semua gambar makhluk bernyawa baik digambar secara gaya natural, surealik, kubik, maupun gaya-gaya yang lain adalah haram. Demikian juga, gambar potongan kepala, tangan manusia, sayap burung dan sebagainya adalah haram. Untuk itu, menggambar komik Sailormoon, Dragon Ball, Ninja Boy, Kunfu Boy, Samurai X, dan lain sebagainya adalah perbuatan haram.
Sedangkan proses mendapatkan gambar-gambar yang diperoleh dari proses bukan “menggambar”, misalnya dengan cara sablon, cetak, maupun fotografi, printing dan lain sebagainya, bukanlah aktivitas yang diharamkan. Sebab, fakta “menggambar dengan tangan secara langsung” dengan media tangan, kuas, mouse dan sebagainya (aktivitas yang haram), berbeda dengan fakta mencetak maupun fotografi. Oleh karena itu, mencetak maupun fotografi bukan tashwir, sehingga tidak berlaku hukum tashwir. Atas dasar itu stiker bergambar manusia yang diperoleh dari proses cetak maupun printing tidak terkena larangan hadits-hadits di atas.[2]
Gambar Untuk Anak Kecil
Adapun menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk anak kecil hukumnya adalah mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat patung untuk boneka dan mainan anak-anak.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata, “Aku bermain-main dengan mainan yang berupa anak-anakan (boneka). Kadang-kadang Rasulullah Saw mengunjungiku, sedangkan di sisiku terdapat anak-anak perempuan. Apabila Rasulullah Saw dateng, mereka keluar dan bila beliau pergi mereka datang lagi.” [HR. Bukhari dan Abu Dawud].
Dari ‘Aisyah dituturkan bahwa, Rasulullah Saw datang kepadanya sepulang beliau dari perang Tabuk atau Khaibar, sedangkan di rak ‘Aisyah terdapat tirai. Lalu bertiuplah angin yang menyingkap tirai itu, sehingga terlihatlah mainan boneka anak-anakannya ‘Aisyah. Beliau berkata, “Apa ini wahai ‘Aisyah?” ‘Aisyah menjawab, “Ini adalah anak-anakanku” Beliau melihat diantara anak-anakanku itu sebuah kuda-kudaan kayu yang mempunyai dua sayap. Beliau berkata, “Apakah ini yang aku lihat ada di tengah-tengahnya?” ‘Aisyah menjawab, “Kuda-kudaan.” Beliau bertanya, “Apa yang ada pada kuda-kuda ini?” ‘Airyah menjawab, “Dua sayap.” Beliau berkata, “Kuda mempunyai dua sayap?” ‘Aisyah berkata, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Sulaiman mempunyai kuda yang bersayap banyak?” ‘Aisyah berkata, “Maka tertawalah Rasulullah Saw sampai kelihatan gigi-gigi taring beliau.”[3]
Riwayat-riwayat ini menyatakan dengan jelas, bahwa boneka baik yang terbuat dari kayu maupun benda-benda yang lain boleh diperuntukkan untuk anak-anak. Dari sini kita bisa memahami bahwa membuat boneka manusia, maupun binatang yang diperuntukkan bagi anak-anak bukanlah sesuatu yang terlarang. Demikian juga membuat gambar yang diperuntukkan bagi anak-anak juga bukan sesuatu yang diharamkan oleh syara’. Ibnu Hazm berkata, “Diperbolehkan bagi anak-anak bermain-main dengan gambar dan tidak dihalalkan bagi selain mereka. Gambar itu haram dan tidak dihalalkan bagi selain mereka (anak-anak). Gambar itu diharamkan kecuali gambar untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang ada pada baju.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah).
3.    Doktrin Kebebasan Manusia
Pembuatan gambar-gambar atau patung merupakan salah satu bidang seni yang bisa mempertinggi kualitas jiwa, mengembangkan kecerdasan, dan juga merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa diabaikan begitu saja di masa kini. Tak pernah terdengar suara yang mengatakan bahwa Islam bertentangan dengan hal yang meninggikan jiwa dan mengembangkan kecerdasan, ataupun keinginan manusia untuk bergerak menuju perkembangan (kebudayaan dan peradaban). Bukankah Allah menciptakan manusia lalu menyempurnakannya. Untuk mencapai kesempurnaan itu, kita harus bergerak, tentunya dengan menghancurkan kejumudan dan stagnasi yang ada.
Bisa dibayangkan, seandainya Negara Islam impian para fundamentalis ekstrem itu berhasil berdiri dengan keharusan mengikuti berbagai syariatnya tanpa melihat situasi kekinian, selain akan timbul hipokrisi umat, kemampuan dan bakat para seniman (Muslim khususnya), akan ter-amputasi hanya karena beberapa cuil hadits pelarangan gambar makhluk hidup tadi, akan menjadikan kemampuan mereka mandul dan tidak bisa lagi bebas berkarya. Dan ini merupakan mimpi buruk menuju regresi.
Zaman sekarang, gambar tidak lagi memberikan efek negatif dahsyat menuju kekufuran. Malah bermunculan hal-hal lain yang lebih membahayakan tauhid. Maka, amatlah ironis jika perkara gambar masih diperselisihkan urgensi dan akibatnya sedangkan di sisi lain masalah-masalah yang berkaitan muamalah masih begitu banyak yang terbengkalai dan masih banyak masalah di sana-sini yang belum terselesaikan lantaran berbenturan dengan konteks kekinian yang menuntut adanya pembaruan.
Pembuatan gambar-gambar atau patung merupakan salah satu bidang seni yang bisa mempertinggi kualitas jiwa, mengembangkan kecerdasan, dan juga merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa diabaikan begitu saja di masa kini. Tak pernah terdengar suara yang mengatakan bahwa Islam bertentangan dengan hal yang meninggikan jiwa dan mengembangkan kecerdasan, ataupun keinginan manusia untuk bergerak menuju perkembangan (kebudayaan dan peradaban). Bukankah Allah menciptakan manusia lalu menyempurnakannya? (QS. Al-A’la ayat 2). Untuk mencapai kesempurnaan itu, kita harus bergerak, tentunya dengan menghancurkan kejumudan dan stagnasi yang ada.

4.    Imbas Dari kedua Doktrin
Kebebasan merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Oleh kita, terkadang kebebasan dimaknai sebagai perilaku seenaknya. Lahirlah semangat kebebasan nilai dan individualisme dalam diri kita. Padahal, kebebasan melahirkan tanggungjawab yang mengandaikan adanya hak dan kewajiban manusia itu sendiri. Selama ini Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi grand issue dan ideologi global yang dituntut, mengapa kita bersama tidak mempertanyakan kewajiban manusia. Pertanyaan itu diajukan, karena persoalan kewajiban manusia adalah problem filosofis yang harus dijawab dan disadari.
Manusia dalam pandangan tertentu didefinisikan berdasarkan keterhubungannya dengan Tuhan. Dan dari kerangka pemikiran ini pula, manusia dipahami segi kewajiban dan haknya[4]. Manusia pada dasarnya dapat dipandang sebagai makhluk Tuhan, dan dilain pihak manusia merupakan hasil dari alamnya. Maksudnya, manusia sebagai individu yang kongkrit merupakan produk dari masyarakat beserta budaya yang ada di dalamnya. Memandang dunia secara utuh merupakan salah satu tugas manusia. Karena sebagaimana kaum muslimin ketahui bahwa manusia memiliki tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fil ardli).
Sebagai khalifah, manusia berkewajiban memakmurkan bumi dengan cara memanfaatkan seluruh sumber daya alam bersama yang lainnya dalam prinsip kedamaian dan keadilan. Selain itu, manusia harus secara aktif mengaktualkan diri dalam rangka mengukuhkan eksistensi dirinya dan orang lain dengan cara bersilaturrahmi. Silaturrahmi inilah yang akan melahirkan kehidupan damai sebagaimana diajarkan Islam.
Pada segi lain, manusia dengan bebas mempunyai dan menetapkan suatu tujuan. Yang menjadi soal adalah bagaimana manusia menghayati eksistensinya dalam kebebasan dan bagaimana mengatasi paradoks yang dihayati manusia, agar ia mampu mencapai kebebasan eksistensi sebagai pribadi. Karena bagaimanapun kita diberikan kekuatan oleh Allah SWT untuk berkehendak dan berusaha (ikhtiar), namun di sisi lain, kita memiliki keterbatasan yang karenanya kita harus bertawakal.
Menurut Islam, manusia diberikan kebebasan menentukan pilihan hidup untuk kembali kepada eksistensi yang alamiah (pra-manusiawi), atau mengembangkan diri hingga mencapai eksistensi dirinya yang lebih manusiawi. Pilihan pertama berarti memperturutkan hawa nafsunya, sementara pilihan kedua berarti mengikuti hati nurani. Bagi agamawan, agama diturunkan untuk membimbing manusia agar sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk primordial yang sakral. Manusia dalam mengembangkan potensi nalar, nurani dan keimanannya menjadikan dirinya menjadi manusia seutuhnya (insan kamil). Karena itu, apabila sebagai manusia kita hanya memperturutkan nafsu ekonomi semata, lantas apa bedanya manusia dengan binatang.
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Mengutif gagasan tentang kebebasan dari Erich Fromm, ada lima kebutuhan yang harus mampu dipenuhi manusia dalam melahirkan kebebasan “barunya”, yaitu: pertama, keterbukaan (hubungan); ada kenyataan bahwa manusia hidup sendiri, kenyataan itu menyebabkan manusia merasa tidak mampu hidup sendiri. Sebagai akibatnya manusia dituntut untuk mencari ikatan-ikatan baru dengan orang lain, harus merasakan perasaan hubungan dengan orang lain.
Kedua, transendensi; erat hubungannya dengan hubungan manusia sesungguhnya harus melampaui peran pasif sebagai ciptaan, mengatasi sifat kebetulan dan pasifitas eksistensinya, dengan cara menjadi “pencipta”.
Ketiga, keberakaran; dimana manusia harus menemukan kembali akar dirinya sebagai manusia dan ikatan alamiah yang mendasar adalah ikatan anak terhadap ibunya.
Keempat, perasaan identitas; dari sinilah manusia sesungguhnya memerlukan identitas keluarga, budaya, ras sebagai rasa individualitasnya.
Kelima, kerangka orientasi; manusia adalah makhluk berpikir. Pikiran manusialah yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan suatu gambaran realitas yang objektif tentang dunia. Dengan itulah manusia mengembangkan dunianya menjadi nyata.
Kebebasan lahir dalam konteks kesadaran untuk memperoleh kebebasan diri (individu) dan menghargai kebebasan yang lain. Dalam hal ini kita bersama tentu memerlukan satu konsensus dalam bentuk aturan bersama yang ditaati dan mengikat semua orang. Dengan demikian kebebasan melahirkan apa yang disebut tanggung jawab. Tanggung jawab inilah yang akan melahirkan hak dan kewajiban manusia. Dalam Islam, hubungan kewajiban dan hak manusia merupakan masalah prinsip dan penerimaan akan prinsip ini mewarnai alam budaya dan intelektual Islam.
A.  Jenis lukisan (gambar) yang paling berat dosanya adalah gambar sesuatu yang disembah selain Allah. Ini menjadikan pelukisnya (pemahatnya) menjadi kafir apabila dia mengetahui tujuannya. Dalam hal ini gambar yang berbentuk itu lebih berat lagi dosanya dan pengingkaran kita terhadap-Nya. Juga setiap orang yang menyebarkan gambar itu atau mengagungkannya dengan cara apa pun, maka ia masuk ke dalam dosa itu sejauh keikutsertaannya.
B.  Tingkat yang kedua dalam besarnya dosa adalah orang yang menggambar sesuatu yang tidak untuk disembah, tetapi dimaksudkan untuk mengungguli ciptaan Allah SWT. Ini mendekati kekufuran dan dia berkait erat dengan niat orang yang menggambar.
C.  Satu tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang berbentuk yang tidak disembah, tetapi diagungkan. Seperti gambar raja-raja, para pemimpin dan selain mereka dari tokoh-tokoh yang diabadikan dengan patung dan dipasang di lapangan dan tempattempat lainnya. Di sini sama antara yang utuh satu badan atau setengah badan.
D.  Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang berbentuk untuk setiap yang bernyawa, yang tidak disucikan dan diagungkan. Ini disepakati haramnya, kecuali mainan anak-anak atau yang dipakai untuk permen.
E.   Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang tidak berbentuk, berupa lukisanlukisan yang diagungkan. Seperti lukisan para pengusaha, pemimpin dan lainnya, terutama yang ditempel atau digantung. Semakin kuat haramnya apabila mereka itu adalah orangMasyarakat Islam orang zhalim, fasik dan kafir, karena mengagungkan mereka berarti merobohkan Islam.
F.   Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang tidak berbentuk, mempunyai nyawa yang tidak diagungkan, tetapi sekedar untuk kemewahan. Seperti hiasan dinding, ini hukumnya makruh.
G.  Adapun gambar-gambar yang tidak bernyawa seperti pohon, kurma, lautan, kapal, gunung-gunung, awan dan sejenisnya dari pemandangan alam maka tidak berdosa bagi orang yang menggambarnya atau memasangnya, selama tidak mengganggu ketaatan atau tidak untuk kemewahan yang dimakruhkan.
H.  Adapun fotografi, pada dasarnya boleh, selama foto itu tidak diharamkan. Kecuali kalau sampai mengkultuskan seseorang, terutama dari orang-orang kafir atau fasik, Komunis dan para artis yang melecehkan nilai-nilai ajaran Islam.
I.     Terakhir, sesungguhnya patung-patung dan lukisan-lukisan yang diharamkan atau dimakruhkan, apabila diubah bentuknya atau dihinakan, maka berubah dari lingkup haram dan makruh ke lingkup halal. Seperti gambar-gambar di kain keset yang diinjak-injak oleh kaki dan sandal.























DAFTAR PUSTAKA


Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh Dr. Yusuf Qardhawi Cetakan Pertama Januari 1997 Citra Islami Press


Masyarakat Islam Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah Dr. Yusuf Qardhawi

Al-Qur’an terjemah

Shohih Muslim, Imam Muslim


[1] HR. Ahmad dengan isnad hasan
[2] Dr. Yusuf Qardhawi
[3] HR. Abu Dawud dan Nasa’i
[4] (S H Nasr, 2003)